Tuesday, March 17, 2020

Pembelajaran Online Triage



Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).

Image result for triage

Tugas untuk Mahasiswa :

Absensi 1-5 : Tuliskan apa tujuan dan fungsi Triage

Absenisi 6-10 : Berikan argumentasi apakah Triage sudah dilaksanakan di Indonesia baik di puskemas ataupun di UGD RS.

Absensi 11-20 : Per-mahasiswa berikan satu contoh sistem Triage yang ada di dunia, tidak boleh sama. Tuliskan kelebihan sistem triage tersebut

Absensi 21-30 :  Sistem Triage apa yang sebaiknya diterapkan di Indonesia? sertakan alasan.

Absensi 31- 40 : Terjadi sebuah kecelakaan, terdapat dua korban. Korban pertama : sadar, terdapat fraktur pada kaki kanan, tidak ada jejas luka pada bagian kepala, korban merintih kesakitan. Korban kedua : tidak sadarkan diri, terdapat jejas dan luka pada bagian abdomen, jejas pada lengan kanan. Korban manakah yang lebih prioritas untuk dibawa ambulan? sertakan alasannya.

Absen 41-50 : buka link ini : https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1197/j.aem.2005.03.026
kemukanan masalah apa saja yang ada di jurnal tersebut. Apa saja yang menjadi masalah di Triage.

Absen 51 keatas : buka link ini http://www.jept.ir/article_46516_78596829ae0ec85c2f9f1d03ec4ecf1a.pdf, sebutkan masalah yang ada dalam jurnal tersebut



74 komentar:

Unknown said...

Comprehensive Triage
a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b. 4 sampai 5 sistem katagori
c. Sesuai protokol
d. Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan dokter dan perawat dalam menjalankan peran triage.Data dasar yang diperoleh meliputi pendidikan dan kebutuhan pelayanan kesehatan primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan objektif. Tes diagnostik pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan di ruang perawatan akut atau ruang tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit (Iyer, 2004).
absensi 19. Nabilah Mutiara R F P (1720020)

Unknown said...

Fiki Septi Ana Dewi (1720012)
Triage amerika serikat atau emergency severity index (ESI). Metode ESI menentukan prioritas penanganan awal berdasarkan sindrom yang menggambarkan keparahan pasien dan perkiraan kebutuhan sumber daya unit gawat darurat yang dibutuhkan. Apabila pasien datang perawat akan melakukan dua tahap penilaian. tahap pertama adalah menentukan keadaan awal pasien apakah berbahaya atau tidak, bila berbahaya maka kondisi pasien termasuk level 1 atau 2. Pasien dikelompokkan kedalam level 1 apabila terjadi ganggguan di tanda vital yang mengancam nyawa seperti henti jantung paru dan sumbatan jalan nafas. Pasien dengan tanda vital tidak stabil dan sindrom yang potensial mengancam akan dikelompokkan ke level 2 seperti nyeri dada tipikal, perubahan kesadaran mendadak, nyeri berat, curiga keracunan, dan gangguan psikiatri dengan risiko membahayakan diri pasien atau orang lain.
Pasien yang tidak memenuhi kriteria level 1 dan 2 akan memasuki tahap penilaian kedua yaitu perkiraan kebutuhan pemakaian sumber daya UGD (pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, tindakan atau terapi intravena) dan pemeriksaan tanda vital lengkap.
Apabila saat triase diperkirakan pasien tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang dan terapi intravena, maka pasien termasuk kategori 5. Apabila pasien diperkirakan perlu menggunakan satu sumber daya UGD (laboratorium atau x ray atau EKG, atau terapi intravena) maka termasuk kategori 4, apabila pasien diperkirakan membutuhkan lebih dari satu sumber daya UGD untuk mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk kategori 3 (apabila hemodinamik stabil) atau kategori 2 (apabila hemodinamik tidak stabil. Analisis sistematik yng dilakukan Crist menunjukkan bahwa ESI dan CTAS sistem triase yang yg paling baik

Unknown said...

Oktaviani Mutiara Hapsari (1720024)
Menurut saya, sistem Triage yang harus diterapkan di Indonesia adalah sistem Emergency Severity Index (ESI) dalam konteks IGD rumah sakit di Indonesia. Adapun alasanya yaitu:
1. Perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter
2. Pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur.
3. Sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia.

milki said...

nama :milki rohmawati
nim 1720019

* sistem triage
Perawat dalam melakukan pengkajian dan menentukan prioritas perawatan (triage)
tidak hanya didasarkan pada kondisi fisik, lingkungan dan psikososial pasien tetapi juga
memperhatikan patient flow di departemen emergensi dan akses perawat. Triage
departemen emergensi memiliki beberapa fungsi diantaranya : 1) identifikasi pasien yang
tidak harus menunggu untuk dilihat, dan 2) memprioritaskan pasien (Mace and Mayer,
2013). Berbagai macam sistem triage telah digunakan diseluruh dunia yaitu The Australian
Triage Scale (ATS), The Manchester Triage Scale, The Canadian Triage and Acuity Scale
(CTAS) dan Emergency Severity Index (ESI). CTAS (Canadian Triage and Acuity Scale)
diakui sebagai sistem triage yang handal dalam penilaian pasien dengan cepat. Kehandalan
dan validitasnya telah dibuktikan dalam triage pada pasien pediatrik dan pasien dewasa
(Lee, Et al, 2011).
Menurut Lee, C.H., (2010) menerangkan pada situasi diklasifikasikan sebagai
bencana masal atau MCI, membutuhkan metode triase cepat dan efektif. Dalam rangka
mengoptimalkan hasil pasien secara keseluruhan dalam situasi bencana, ada pergeseran
dari melakukan apa yang terbaik untuk setiap pasien untuk melakukan kebaikan terbesar
untuk jumlah terbesar orang. Ada beberapa tumpang tindih dalam prinsip-prinsip dasar dari
korban massal dan sistem triase bencana yang sedang digunakan di seluruh dunia, namun
data efikasi masih terbatas dalam literature. Karena secara inheren sulit untuk menyelidiki
dan membandingkan protokol bencana dengan menggunakan pendekatan berbasis bukti,tidak ada data yang pasti di mana teknik triase bencana akan menghemat jumlah terbesar
korban. Saat ini, dua protokol triase paling umum diterima adalah START dan SALT.
Model SALT Triage Untuk Insiden Korban Masal (Mass Casualty Incident)
Lerner et al. Dalam Neal, D.J. (2009) menilai sistem triase yang saat ini digunakan
dan menggambarkan kekuatan dan kelemahan dari sistem ini. Penelitian ini
mengembangkan pedoman triase yang digunakan untuk semua bahaya dan dapat
diterapkan pada orang dewasa dan anak-anak. SALT Triage singkatan (sort – assess –
lifesaving – interventions – treatment/transport). SALT terdiri dari dua langkah ketika
menangani korban. Hal ini termasuk triase awal korban menggunakan perintah suara,
perawatan awal yang cepat, penilaian masing-masing korban dan prioritas, dan inisiasi
pengobatan dan transportasi. Pendekatan Triase SALT memiliki beberapa karakteristik
tambahan. Pertama, SALT mengidentifikasi kategori expectant (hamil) yang fleksibel dan
dapat diubah berdasarkan faktor-faktor tertentu. Kedua, SALT Triage awalnya
mengkategorikan luka, tapi memberikan evaluasi sekunder untuk mengidentifikasi korban
langsung.

Bagus Satrio said...

Bagus Satrio N (1720005)
Tujuan triage adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa

FUNGSI TRIAGE
1. Menilai tanda-tanda dan kondisi vital dari korban.

2. menetukan kebutuhan media

3. menilai kemungkinan keselamatan terhadap korban.

4. menentukan prioritas penanganan korban.

5. memberikan pasien label warna sesuai dengan skala prioritas.

Ike pramadaningati said...
This comment has been removed by the author.
Ike pramadaningati said...
This comment has been removed by the author.
Unknown said...

Mila Maula Marinda (1720018)

A. Worthing Physiology Score System (WPSS)
Worthing Physiological Scoring System (WPSS) adalah suatu sistem skoring prognostik sederhana yang mengindentifikasi penanda
fisiologis pada tahap awal untuk melakukan tindakan secepatnya, yang dituangkan dalam bentuk intervention-calling score. Skor tersebut didapatkan dari pengukuran tanda vital yang mencakup tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, temperatur, saturasi oksigen, dan tingkat kesadaran berdasar AVPU (alert, verbal, pain, unresponsive) (Duckitt, et al., 2007). Intervention-calling score WPSS mempunyai keterbatasan pada pasien trauma oleh karena pada pasien trauma walaupun mengalami kondisi yang berat yang berkaitan dengan traumanya namun dalam keadaan akut seringkali masih memiliki cadangan fisiologis yang masih baik.
The Worthing Physiological Scoring System (WPSS) melakukan penilaian tanda vital dengan sederhana dalam identifikasi pasien, serta memberikan kategori triage yang obyektif. Selain itu WPSS memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1) Penilaian cepat dan akurat terhadap pasien gawat.
2) Mengubah parameter klinis yang terukur kedalam suatu nilai skor.
3) Peralatan (tensimeter, termometer, dan pulse oxymetri) yang dibutuhkan minimal, tidak menyakiti, serta mudah digunakan.
4) Penilaian yang dilakukan akan seragam antar staf.

B. Australia Triage Scale
Australian Triage Scale (ATS) merupakan skala yang digunakan untuk mengukur urgensi klinis sehingga paten terlihat pada waktu yang tepat, sesuai dengan urgensi klinisnya. (Emergency Triage Education Kit. 2009)
Australian Triage Scale (ATS) dirancang untuk digunakan di
rumah sakit berbasis layanan darurat di seluruh Australia dan Selandia Baru. Ini adalah skala untuk penilaian kegawatan klinis. Meskipun terutama alat klinis untuk memastikan bahwa pasien terlihat secara tepat waktu, sepadan dengan urgensi klinis mereka, ATS juga
digunakan untuk menilai kasus. Skala ini disebut triase kode dengan berbagai ukuran hasil (lama perawatan, masuk ICU, angka kematian) dan konsumsi sumber daya (waktu staf, biaya). Ini memberikan kesempatan bagi analisis dari sejumlah parameter kinerja di Unit Gawat Darurat (kasus, efisiensi operasional, review pemanfaatan, efektivitas hasil dan biaya).

Unknown said...

IKE PRAMADANINGATI (1720016)_S13

Triase Kanada disebut dengan The Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS). Konsep awal CATS mengikuti konsep awal onsep ATS, dimana prioritas pasien disertai dengan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan penanganan awal.CTAS juga dilengkapi dengan rangkuman keluhan dan tanda klinis khusus untuk membantu petugas melakukan identifikasi sindrom yang dialami
pasien dan menentukan level triase. Metode CTAS juga mengharuskan pengulangan triase (re-triage) dalam jangka waktu tertentu atau jika ada perubahan kondisi pasien ketika dalam observasi. Pengambilan keputusan dalam sistim CTAS berdasarkan keluhan utama pasien, dan hasil pemeriksaan tanda vital yang meliputi tingkat kesadaran, nadi, pernafasan, tekanan darah, dan nyeri. Penilaian dilakukan selama 2-5 menit, namun bila pasien dianggap kategori CTAS 1 dan 2, maka harus segera dikirim ke area terapi. Seperti ATS, CTAS juga membuat batasan waktu berapa lama pasien dapat menunggu penanganan medis awal. Batasan waktu yang ditetapkan masih memiliki kelonggaran karena kunjungan pasien yang tidak dapat diprediksi dan dibatasi adalah realitas yang dihadapi oleh tiap unit gawat darurat.
Kelebihan dari tiage ini adalah :
1. Perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter
2. Pertimbangan pemakaian sumberdaya memungkinkan IGD memperkirakan ubilisasi tempat tidur
3. Sistem triase canada menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda tanda vital.

Ike pramadaningati said...
This comment has been removed by the author.
Nadia Putri said...

Emergency Severity Index (ESI)
Sistem ESI dikembangkan di Amerika Serikat dan Kanada oleh perhimpunan perawat emergensi. Emergency Severity Index diadopsi secara luas di Eropa, Australia, Asia, dan rumah sakit-rumah sakit di indonesia. Emergency Severity Index (ESI) memiliki 5 skala prioritas yaitu:
1) Prioritas 1 (label biru) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang mengancam jiwa (impending life/limb threatening problem) sehingga membutuhkan tindakan penyelematan jiwa yang segera. Parameter prioritas 1 adalah semua gangguan signifikan pada ABCD. Contoh prioritas 1 antara lain, cardiac arrest, status epilptikus, koma hipoglikemik dan lain-lain.
2) Prioritas 2 (label merah) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa atau organ sehingga membutuhkan pertolongan yang sifatnya segera dan tidak dapat ditunda. Parameter prioritas 2 adalah pasien-pasien haemodinamik atau ABCD stabil dengan penurunan kesadaran tapi tidak sampai koma (GCS 8-12). Contoh prioritas 2 antara lain, serangan asma, abdomen akut, luka sengatan listrik dan lain-lain.
3) Prioritas 3 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang membutuhkan evaluasi yang mendalam dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh. Contoh prioritas 3 antara lain, sepsis yang memerlukan pemeriksaan laboratorium, radiologis dan EKG, demam tifoid dengan komplikasi dan lain-lain.
4) Prioritas 4 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang memerlukan satu macam sumber daya perawatan IGD. Contoh prioritas 4 antara lain pasien BPH yang memerlukan kateter urine, vulnus laceratum yang membutuhkan hecting sederhana dan lain-lain.
5) Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien-pasien yang tidak memerlukan sumber daya. Pasien ini hanya memerlukan pemeriksaan fisik dan anamnesis tanpa pemeriksaan penunjang. Pengobatan pada pasien dengan prioritas 5 umumnya per oral atau rawat luka sederhana. Contoh prioritas 5 antara lain, common cold, acne, eksoriasi, dan lain-lain. (Hadi, 2014)

Dian Rosyida said...

Dian Rosyida (1720008)

Menurut saya apakah triage sudah dilaksanakan di Indonesia? Belum.
Mengapa begitu? Karena ada beberapa faskes yang mungkin kekurangan tenaga medis sehingga pasien dengan prioritas penanganan seringkali terbengkalai. Dan juga banyak kasus bahwa pasien terkadang saat di Puskesmas tidak mau periksa melalui poli dan ingin langsung ke UGD sedangkan yang dikeluhkan tidak begitu gawat dan darurat.
Dan mungkin masih ada juga beberapa faskes yang lebih memprioritaskan pasien umum daripada pasien bpjs, sehingga segawat dan sedarurat apapun keadaan pasien tidak begitu terprioritaskan.

Unknown said...

*ENDANG PUTIASIH_1720037*
Terjadi sebuah kecelakaan, terdapat dua korban. Korban pertama : sadar, terdapat fraktur pada kaki kanan, tidak ada jejas luka pada bagian kepala, korban merintih kesakitan. Korban kedua : tidak sadarkan diri, terdapat jejas dan luka pada bagian abdomen, jejas pada lengan kanan. Korban manakah yang lebih prioritas untuk dibawa ambulan? sertakan alasannya
Jadi Untuk kasus diatas korban yang diprioritaskan adalah korban kedua.karena korban tersebut tidak sadarkan diri,jadi harus segera mendapatkan penanganan ditakutkan korban akan mengalami henti jantung dan terganggunya jalan nafas.Korban kedua termasuk dalam gawat darurat dan masuk dalam triage 1

Unknown said...

Dian Anggraeni (1720007)
Apakah Triage sudah dilaksanakan di Indonesia baik di puskemas ataupun di UGD RS.
Menurut pendapat saya, Triage di Indonesia masih banyak yg belom menerapkan. Ini dikarenakan oleh kurangnya tenaga keperawatan ataupun tenaga medis lainnya, ada juga pasien yg tidak begitu paham dengan prinsip dari pelayanan menurut Triage. Pasien cenderung lebih memilih pengobatan cepat ditangani medis meskipun kondisi dan keluhan yg dialami pasien tidak gawat dan darurat bandingkan dengan harus mengantri di poli umum. Selain itu masih ada faskes yg lebih mementingkan pasien umum daripada pasien bpjs sehingga segawat dan sedarurat apapun pasien tidak begitu diprioritaskan.

Fuud zalifah said...
This comment has been removed by the author.
Fuud zalifah said...

Fuut zalifah (1720013)

Patient Acuity Category Scale (PACS)
Sistem PACS berasal dari singapura dan diadopsi oleh rumah sakit yang bekerja sama atau berafiliasi dengan Singapore General Hospital. (Hadi, 2014).
PACS terdiri dari 4 skala prioritas yaitu:
1)PAC 1 merupakan kategori pasien-pasien yang sedang mengalami kolaps kardiovaskular atau dalam kondisi yang mengancam nyawa. Pertolongan pada kategori ini tidak boleh delay, contohnya antara lain major trauma, STEMI, Cardiac arrest, dan lain-lain. 2) PAC 2 merupakan kategori pasien-pasien sakit berat, tidur dibrankar atau bed, dan distress berat, tetapi keadaan hemodinamik stabil pada pemeriksaan awal.
Pasien pada kategori ini mendapatkan prioritas pertolongan kedua dan pengawasan ketat karena cenderung kolaps bila tidak mendapat pertolongan. Contohnya anatara lain stroke, fraktur terbuka tulang panjang, serangan asma dan lain-lain.
3) PAC 3 merupakan kategori pasien-pasien dengan sakit akut, moderate, mampu berjalan, dan tidak beresiko kolaps. Pertolongan secara efektif di IGD biasa cukup menghilangkan atau memperbaiki keluhan penyakit pasien. Contohnya antara lain vulnus, demam, cedera ringan-sedang, dan lain-lain.
4) PAC 4 merupakan kategori pasien-pasien non emergency. Pasien ini dirawat di poli. Pasien tidak membutuhkan pengobatan segera dan tidak menderita penyakit yang beresiko mengancam jiwa. Contohnya antara lain acne, dislipidemia, dan lain-lain.

Unknown said...

Siti Anisah (1720061)
Masalah nya adalah
keadaan darurat adalah situasi
berbahaya di mana kondisi fisik atau psikologis orang tiba-
tiba memburuk dan kebutuhan mendesak dan langkah
yang tepat sangat penting (2). Menggunakan sistem triase
adalah pendekatan yang tepat untuk memprioritaskan
kebutuhan medis untuk pasien di departemen darurat (eds)
(3).
Sebuah sistem triase yang baik harus dapat secara akurat
mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perawatan darurat,
membimbing mereka ke jalan yang benar dengan akses cepat ke
pengobatan diagnostik dan terapeutik. Sebuah triase mengarah benar
untuk pemborosan sumber daya, keterlambatan pasien pengobatan,Temuan penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
perawat dan dokter dalam hal mendahulukan pasien (6).
Dalam studi lain, disimpulkan bahwa undertriage pada
pasien usia lanjut masih masalah (7). Jika perawat triase
tidak mengamati

Unknown said...

Siti Anisah (1720061)
Masalah nya adalah
keadaan darurat adalah situasi
berbahaya di mana kondisi fisik atau psikologis orang tiba-
tiba memburuk dan kebutuhan mendesak dan langkah
yang tepat sangat penting (2). Menggunakan sistem triase
adalah pendekatan yang tepat untuk memprioritaskan
kebutuhan medis untuk pasien di departemen darurat (eds)
(3).
Sebuah sistem triase yang baik harus dapat secara akurat
mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perawatan darurat,
membimbing mereka ke jalan yang benar dengan akses cepat ke
pengobatan diagnostik dan terapeutik. Sebuah triase mengarah benar
untuk pemborosan sumber daya, keterlambatan pasien pengobatan,Temuan penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
perawat dan dokter dalam hal mendahulukan pasien (6).
Dalam studi lain, disimpulkan bahwa undertriage pada
pasien usia lanjut masih masalah (7). Jika perawat triase
tidak mengamati

Eka maulita cahyani said...

Eka maulita cahyani (1720009)
Menurut argumentasi saya terkait dengan triage di indonesia sudah dilaksanakan dengan kategori cukup terutama dalam mengelola perawat di IGD. Berharap daat dimanfaatkan baik oleh instansi pendidik untuk menjadi dasar pengembangan penelitian dibidang keerawatan gawat darurat maupun menjadi dasar dalam bahan ajar dibidang keperawatan gawat darurat, akan tetapi di rumah sakit,di dalam triase mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala.perawat triase menggunakan ABCD keperawatan sedangkan dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas,prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien

Zainul arif 1720032 said...

Korban kedua, karena korban yang tidak sadarkan diri harus segera mendapatkan penanganan takutnya korban yang tidak sadarkan diri mengalami henti jantung atau gangguan jalan nafas, korban kedua termasuk gawat darurat triage 1

Eka Monika Anggraeni said...

Eka Monika Anggraeni (1720010)
Menurut pendapat saya triage hampir sudah dilaksanakan di Indonesia baik dipuskesmas ataupun di UGD RS dengan menentukan proses seleksi pasien yg diprioritaskan untuk mendapatkan penanganan terlebih dahulu menggunakan sistem katagori cepat
1.Warna hitam(pasien meninggal)
2. Warna merah ( pasien gawat , mengancam nyawa)
3. Warna kuning (pasien darurat tidak gawat)
4. Warna hijau (pasien tidak gawat dan tidak darurat)
Jadi dapat disimpulkan triage sudah hampir terjalankan di Indonesia dengan tugas dan peran masing masing untuk pasien yang memerlukan pertolongan dan prioritas penanganan pasien yg ditangani terlebih dahulu.

Ainun Hurrotaini said...

Ainun Hurrotaini (1720001)
Tujuan dan Fungsi Triage.
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa.
Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1.Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2.Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan.
3.Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat.
Referensi:
Khairina I, Mallini H. Huriani E. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan perawat dalam ketepatan triage di kota Padang.Indonesian Journal for Health Sciences. 2018;.2(1):1-7.

Unknown said...

SASKIA SABILA MAHARANI 1720027

Berbagai fakta meyakinkan kita bahwa sistem triase ESI(Emergency Severity Index) berpotensi diaplikasi di IGD rumah sakit di Indonesia untuk meningkatkan keselamatan pasien dan efisiensi pelayanan. Kepala IGD perlu merencanakan waktu dan strategi untuk dapat berpindah dari sistem triase "klasik" menjadi sistem triase ESI ini. Namun, alasan efisiensi sumber daya dan keselamatan pasien sudah cukup bagi IGD rumah sakit untuk merencanakan sistem yang lebih baik.

Unknown said...

AN NISA NUR FITRIANA (1720004)
Tujuan & Fungsi Triage :
Tujuan Triage adalah :
1. Mengelompokkan atau mengkategorikan semua pasien yang butuh pertolongan untuk menetapkan prioritas penanganannya (Febriana & Sholehat, 2018)
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan tindakan resusitasi segera, menetapkan pasien ke area perawatan untuk memprioritaskan dalam perawatan dan untuk memulai tindakan diagnostic atau terapi (Kushayati, 2014)
Fungsi Triage adalah :
1. Identifikasi pasien yang tidak harus menunggu atau dilihat
2. Memprioritaskan pasien
3. Membagikan pasien dalam beberapa kelompok berdasarkan beratnya cidera yang diprioritaskan adanya tindakan gangguan Airway (A), Breathing (B), Circulation (C) mempertimbangkan sarana, sumber daya manusia, dan probabilitas hidup penderita (Aryono, 2016)
Daftar Pustaka :

Aryono. (2016). Kegawatdaruratan dan Bencana. Jakarta: Rayyana Komunikasi Indo.
Febriana, W., & Sholehat, I. O. (2018). Experience Of Nurse Associate To Implement Triage In Emergency Room Installation. Jurnal Endurance, 138-145.
Kushayati, N. (2014). Analisis Metode Triage Prehospital pada Insiden Korban Masal ( Mass Casuality Incident). Jurnal UNY, 1-9.
Mace, Sharon E and Mayer, Thom A. (2013). Triage. Chapter 15. Section IV. The Practice Environment.

Unknown said...

FERA YUNITA (1720039)
Korban yang harus di dahulukan adalah korban ke dua karena korban yang tidak sadarkan diri atau penurunan kesadaran harus segera mendapatkan penanganan dan rangkaian pemeriksaan penunjang lain nya , di takutkan korban tidak sadarkan diri akan mengalami henti jantung ,gangguan jalan nafas , cidera kepala ringan/berat . Dan sedangkan korban pertama termasuk gawat darurat triage 1 yaitu Kategori merah
Pasien dengan kategori merah adalah pasien prioritas pertama (area resusitasi) yang butuh pertolongan segera. Kriteria pasien yang masuk dalam kategori ini adalah mengalami kondisi kritis yang membutuhkan pertolongan medis segera.

Unknown said...

ELFINA ROHMA ANINDA (1720011)
Dalam system triase ATS, dikembangkan mekanisme penilaian kondisi khusus kondisi urgent untuk pasien-pasien pediatric, trauma, triase di daerah terpencil, pasien obstetric, dan gangguan perilaku. Hal ini menjadi kelebihan ATS sehingga banyak dipakai sebagai system triase di beberapa Negara. Untuk memudahkan trier ( orang yang melakukan triase ) mengenali kondisi pasien maka di ATS terdapat kondisi tertentu yang menjadi diskriptor klinis. Tujuan descriptor ini adalah memaparkan kasus-kasus medis yang lazim dijumpai sesuai dengan kategori triase sehingga memudahkan trier menetapkan kategori (Habib et al., 2016)
Selain menetapkan prioritas pasien, ATS juga memberikan batasan waktu beberapa lama pasien dapat menunggu sampai pasien mendapatkan pertolongan pertama. System ATS juga membuat pelatihan khusus triase untuk pasien pasien dengan kondisi tertentu seperti anak-anak, pasien geriatric, pasien gangguan mental (Aloyce, Leshabari and Brysiewicz, 2014)
Di Australia, proses triase dilakukan oleh guide keeper yaitu orang yang memiliki lisensi khusus untuk melakukan triase. Australia memiliki pelatihan resmi triase untuk perawat dan dokter. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan konsistensi peserta dalam menetapkan kategori triase dan menurunkan lama pasien berada di UGD.
Prinsip Australia Triage Scale ( ATS )
1. Triase adalah titik kontak pertama pasien pada saat kedatangan di IGD
2. Untuk mengurangi antrian, proses triase dan regestrasi dilakukan secara simultan atau gunakan pendaftaran mobile ( di sisi tempat tidur pasien ) oleh staf administrasi
3. Triase dilakukan tidak lebih dari 5 menit
4. Setelah triase perawat senior melakukan pengkajian triase menggunakan ATS
5. Kemudian memilih pasien ke dalam bagian-bagian ruangan IGD, bagian resusitasi/trauma, akut atau sub akut. Semua pemeriksaan di IGD diselesaikan dalam waktu 2 jam untuk selanjutnya ditransfer ke area yang paling sesuai untuk perawatan
ATS terdiri atas 5 kategori
1. ATS 1
Kategori 1 meliputi kondisi yang menjadi ancaman bagi kehidupan atau akan segera terjadi kemunduran dan membutuhkan penanganan segera
2. ATS 2
Kategori 2 penilaian dan perawatan dalam waktu 10 menit. Kondisi pasien cukup serius atau dapat memburuk begitu cepat sehingga ada potensi ancaman terhadap kehidupan atau kegagalan system organ jika tidak diobati dalam waktu 10 menit dari kedatangan
3. ATS 3
Penilaian dan perawatan dimulai dalam 30 menit , kondisi pasien dapat berlanjut pada keadaan yang mengancam nyawa atau dapat menyebabkan mordibitas jika penilaian dan perawatan tidak dimulai dalam waktu 30 menit setelah kedatangan ( urgency situasional )
4. ATS 4
Penilaian dan perawatan dimulai dalam waktu 60 menit. Kondisi pasien dapat mengancam atau dapat menyebabkan mordibitas yang signifikan. Ada potensi untuk hasil yang merugikan jika pengobatan tidak dimulai dalam waktu 1 jam, cenderung memerlukan konsultasi atau manajemen rawat inap.
5. ATS 5
Penilaian perawatan dimulai dalam 120 menit kondisi pasien tidak urgent sehingga gejala atau hasil klinis tidak akan terjadi perubahan secarasignifikan jika penilaian dan pengobatan ditunda hingga 2 jam dari kedatangan (Hodge et al., 2013)

DAFTAR PUSTAKA

Habib, H. et al. (2016) (PDF) Triase Modern Rumah Sakit dan Aplikasinya Di Indonesia. Availeble at: https://www.researchgate.net/publication/311715654_Triase_Modern_Rumah_Sakit_dan_Aplikasinya_di_Indonesia (Accessed: 19 Maret 2020 )

Unknown said...

Septiana Ayu C (1720058)

Masalah yang terjadi pada jurnal tersebut adalah undertriage mengacu pada situasi dimana perawat triase memperkirakan ketajaman pasien kurang dari tingkat sebenarnya dan menyebabkan keterlambatan dalam pengobatan pasien
Undertriage di ED dapat menyebabkan efek samping bagi pasien rawat inap selama mereka tinggal di rumah sakit, dan disisi lain overtriage terutama menciptakan masalah dalam konsumsi sumber daya dan mengalihkan staf medis dari kegiatan penting lainnya dirumah sakit.
Mengabaikan situasi berisiko dan kurangnya penafsiran yang tepat dari tanda vital adalah alasan utama untuk undertriage

Soleram said...

SILVIA NINDA H. 1720060

Dalam jurnal tersebut terdapat masalah yaitu under triage dan over triage. Undertriage di ED dapat menyebabkanefek samping bagi pasien rawat inap selama mereka tinggal di rumah sakit, dan di sisi lain, overtriage terutama menciptakan masalah dalam konsumsi sumber daya dan
mengalihkan staf medis dari kegiatan penting lainnya di rumah sakit. Under triage disbabkan karena kurang profesionalnya tenaga ED dimana yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun. perbedaan shift juga berpengaruh dimana undertriage lebih tinggi di malam hari, sementara overtriage lebih tinggi di pagi hari.

Puji Wahyuningsih said...

PUJI WAHYUNINGSIH (1720053)

Masalah dalam jurnal tersebut adalah
Membahas tentang ke akurasi perawat darurat dalam menggunakan indeks keparahan triage. Di buktikan dengan hasil penelitian pada jurnal di dapatkan dari 750px, 577px (76,9%) di klasifikasikan dalam kelompok trigae benar, 90px (12%) dalam kelompok under triage dan 83px (11,1%) dalam kelompok over triage. Px di identifikasi sebagai under triage karena pengalam kerja perawat yang hanya 1 tahun saja, idealnya trigae di lakukan oleh perawat dengan 6 tahun pengalaman kerja. Maka dari itu meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan perawat sangat penting karena dapat meningkatkan akurasi perawat di IGD pada px triage yang benar.

Lailli Oktafiani Arifin said...
This comment has been removed by the author.
Lailli Oktafiani Arifin said...

LAILI OKTAFIANI ARIFIN (1720017)
Metode triase rumah sakit yaitu triase Australia (Australia Triage System/ATS), triase Kanada (Canadian Triage Acquity System/CTAS), triase Amerika Serikat (Emergency Severity Index/ESI) dan triase Inggris dan sebagian besar Eropa (Manchester Triage Scale).contohnya Triase Amerika Serikat, disebut juga dengan Emergency Severity Index (ESI) dan pertama kali dikembangkan di akhir tahun 90 an. Ditandai dengan dibentuknya Joint Triage Five Level Task Force oleh The Emergency Nursing Association (ENA) dan American College of Physician (ACEP) untuk memperkenalkan lima kategori triase untuk menggantikan tiga kategori sebelumnya. Perubahan ini berdasarkan pertimbangan kebutuhan akan presisi dalam menentukan prioritas pasien di UGD, sehingga pasien terhindar dari keterlambatan pengobatan akibat kategorisasi terlalu rendah, atau sebaliknya pemanfaatan UGD yang berlebihan untuk pasien yang non urgen akibat kategorisasi terlalu tinggi.
Metode ESI menentukan prioritas penanganan awal berdasarkan sindrom yang menggambarkan keparahan pasien dan perkiraan kebutuhan sumber daya unit gawat darurat yang dibutuhkan (pemeriksaan laboratorium, radiologi, konsultasi spesialis terkait, dan tindakan medik di unit gawat darurat).
Apabila ada pasien baru datang ke unit gawat darurat, maka petugas triase akan melakukan dua tahap penilaian, tahap pertama adalah menentukan keadaan awal pasien apakah berbahaya atau tidak, bila berbahaya maka kondisi pasien termasuk level 1 atau 2. Pasien dikelompokkan ke dalam level 1 apabila terjadi gangguan di tanda vital yang mengancam nyawa seperti henti jantung paru dan sumbatan jalan nafas. Pasien dengan tanda vital tidak stabil dan sindrom yang potensial mengancam akan dikelompokkan ke level 2 seperti nyeri dada tipikal, perubahan kesadaran mendadak, nyeri berat, curiga keracunan, dan gangguan psikiatri dengan risiko membahayakan diri pasien atau orang lain.
Pasien yang tidak memenuhi kriteria level 1 dan 2 akan memasuki tahap penilaian kedua yaitu perkiraan kebutuhan pemakaian sumber daya UGD (pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, tindakan atau terapi intravena) dan pemeriksaan tanda vital lengkap. Apabila saat triase diperkirakan pasien yang datang tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang dan terapi intravena, maka pasien termasuk kategori 5, apabila pasien diperkirakan perlu menggunakan satu sumber daya UGD (laboratorium atau x ray atau EKG, atau terapi intravena) maka termasuk kategori 4, apabila pasien diperkirakan membutuhkan lebih dari satu sumber daya UGD untuk mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk kategori 3 (apabila hemodinamik stabil) atau kategori 2 (apabila hemodinamika tidak stabil).
Analisis sistematik yang dilakukan Christ menunjukkan bahwa ESI dan CTAS adalah sistim triase yang memiliki reliabilitas paling baik.
Kelebihan dari sistem triase Amerika Serikat atau Emergency Severity Index (ESI) adalah metode ini cocok digunakan di IGD yang ada di indonesia, karena
sedikitnya tiga alasan mengapa ESI lebih cocok diterapkan karena perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter, pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur dan sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia.

Primanti deva said...
This comment has been removed by the author.
Puput Ratna Sari said...

NAMA : PUPUT RATNA SARI
NIM : 1720054

Masalah yang ada dalam jurnal
Frekuensi penetuan triage benar dan salah berdasarkan lamanya bekerja di ED. Seperti hasil penelitian, banyak pasien diidentifikasi sebagai undertriage dikategorikan oleh perawat dengan satu tahun pengalaman kerja. Penentuan triage yang ideal dilakukan oleh perawat dengan enam tahun pengalaman kerja. Karena ketepatan dan kecepatan penentuan triage pasien di UGD adalah kunci untuk kinerja yang sukses dalam memilih kasus. Ketidak tepatan pemilihan triage dapat mengakibatkan undertriage dan overtriage. Kesalahan dalam penentuan triage dapat mempengaruhi pengobatan dan perawatan selama di RS. Menurut penelitian lainnya penentuan triage juga dapat berpengaruh dari beberapa faktor misalnya overtriage lebih sering ditemukan di pagi hari karena memiliki akurasi yang lebih tinggi dan undertrige lebih banyak ditemukan di malam hari yang berhungan dengan kelelahan saat bekerja dan banyaknya pasien rawat inap.

Primanti deva said...

Primanti Deva C.N 1720052

Masalah yang ada dalam jurnal tersebut adalah asumsi yang keliru bahwa pasien yang meninggalkan tanpa terlihat tidak memiliki masalah yang memerlukan perawatan muncul. Memang benar bahwa beberapa pasien dengan masalah kecil akan dibujuk oleh tinggal lama di ruang tunggu ED. Sayangnya, pasien beberapa
signi fi sakit cantly tidak bisa bertahan menunggu. Kami baru-baru ini
seorang pasien yang meninggalkan setelah multihour tinggal di ruang
tunggu kami, hanya untuk kembali keesokan harinya di syok septik dari
pneumonia nya.

asumsi yang salah lain adalah bahwa triase memiliki nilai yang melekat.
Tugas-tugas yang sebenarnya bahwa seorang perawat triase melakukan
umumnya diulang setelah pasien mencapai daerah perawatan. Dokter yang
merawat dan perawat akan meminta sebagian besar pertanyaan triase lagi
dan tanda-tanda vital akan terulang juga. Hal ini terutama berlaku jika waktu signifikan telah berlalu antara triase dan pengobatan. Mengingat kekurangan saat perawat, memiliki 15% dari staf melakukan tugas-tugas berlebihan adalah masalah yang signifikan

Nina Norma said...
This comment has been removed by the author.
Unknown said...

Uswatul Khoiriyah (1720105)

Masalah yang terjadi dalam jurnal "Evaluating the accuracy of emergency nurses triage in Sina hospital of Tabriz : a cross-sectional analysis"

Penggunaan sistem triage harus dilakukan dengan benar dan akurat. Triage diperlukan untuk mendapatkan hasil diagnosa yang tepat. Apabila perawat triage tidak mengamati prinsip triage dalam mengklasifikan pasien maka akan terjadi kesalahan saat melakukan prinsip undertriage dan overtriage.

Mengabaikan situasi berisiko dan kurangnya penafsiran yang tepat dari tanda-tanda vital adalah alasan utama untuk undertriage sehingga menimbulkan dampak bagi pasien rawat inap selama tinggal di rumah sakit, sedangkan Overtriage mengacu pada situasi perawat triage memperkirakan pasien ketajaman lebih tinggi dari saat ini dan membuat dokter mengunjungi pasien bukan pasien benar-benar sakit dan overtriage menciptakan masalah dalam konsumsi sumber daya dan mengalihkan staf medis dari kegiatan penting lainnya di rumah sakit.

Yang sering menjadi kesalahan dalam pemberian triage adalah sejumlah perawat yang berpengalaman di UGD karena kurangnyasumber daya manusia. Oleh karena itu, ini dapat mempengaruhi hasil dan meningkatkan
tingkat kesalahan triase.

Nina Norma said...

Nina Norma Yunita (1720047)
Masalah yang ada dalam jurnal tersebut ialah:
1.Pegawai ini tidak memiliki pelatihan formal dalam ED triase, walaupun pegawai tersebut mempunyai pengalam yang cukup
2.asumsi yang keliru bahwa pasien yang meninggalkan tanpa terlihat tidak memiliki masalah yang memerlukan perawatan muncul.
3. asumsi yang salah lain adalah bahwa triase memiliki nilai yang melekat.
Tugas-tugas yang sebenarnya bahwa seorang perawat triase melakukan
umumnya diulang setelah pasien mencapai daerah perawatan. Dokter yang merawat dan perawat akan meminta sebagian besar pertanyaan triase lagi dan tanda-tanda vital akan terulang juga. Hal ini terutama berlaku jika waktu signifikan telah berlalu antara triase dan pengobatan. Mengingat kekurangan saat perawat, memiliki 15% dari staf melakukan tugas-tugas berlebihan adalah masalah yang signifikan

Anonymous said...

Igor Wibya Bintang Pamuja (1720015)
Triase Amerika Serikat disebut juga dengan Emergency Severity Index (ESI) dan pertama kali dikembangkan di akhir tahun 90 an. Ditandai dengan dibentuknya Joint Triage Five Level Task Force oleh The Emergency Nursing Association (ENA) dan American College of Physician (ACEP) untuk memperkenalkan lima kategori triase untuk menggantikan tiga kategori sebelumnya. Perubahan ini berdasarkan pertimbangan kebutuhan akan presisi dalam menentukan prioritas pasien di UGD, sehingga pasien terhindar dari keterlambatan pengobatan akibat kategorisasi terlalu rendah, atau sebaliknya pemanfaatan UGD yang berlebihan untuk pasien yang non urgen akibat kategorisasi terlalu tinggi. Metode ESI menentukan prioritas penanganan awal berdasarkan sindrom yang menggambarkan keparahan pasien dan perkiraan kebutuhan sumber daya unit gawat darurat yang dibutuhkan (pemeriksaan laboratorium, radiologi, konsultasi spesialis terkait, dan tindakan medik di unit gawat darurat). Apabila ada pasien baru datang ke unit gawat darurat, maka petugas triase akan melakukan dua tahap penilaian, tahap pertama adalah menentukan keadaan awal pasien apakah berbahaya atau tidak, bila berbahaya maka kondisi pasien termasuk level 1 atau 2. Pasien dikelompokkan kedalam level 1 apabila terjadi ganggguan di tanda vital yang mengancam nyawa seperti henti jantung paru dan sumbatan jalan nafas. Pasien dengan tanda vital tidak stabil dan sindrom yang potensial mengancam akan dikelompokkan ke level 2 seperti nyeri dada tipikal, perubahan kesadaran mendadak, nyeri berat, curiga keracunan, dan gangguan psikiatri dengan risiko membahayakan diri pasien atau orang lain. Pasien yang tidak memenuhi kriteria level 1 dan 2 akan memasuki tahap penilaian kedua yaitu perkiraan kebutuhan pemakaian sumber daya UGD (pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, tindakan atau terapi intravena) dan pemeriksaan tanda vital lengkap. Apabila saat triase diperkirakan pasien yang datang tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang dan terapi intravena, maka pasien termasuk kategori 5, apabila pasien diperkirakan perlu menggunakan satu sumber daya UGD (laboratorium atau x ray atau EKG, atau terapi intravena) maka termasuk
kategori 4, apabila pasien diperkirakan membutuhkan lebih dari satu sumber daya UGD untuk mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk kategori 3 (apabila hemodinamik stabil) atau kategori 2 (apabila hemodinamik tidak stabil). Analisis sistematik yang dilakukan Christ menunjukkan bahwa ESI dan CTAS adalah sistim triase yang memiliki reliabilitas paling baik

Moch. Ricky asda putra said...

Nama : moch ricky asda
Nim. : 1720045
Masalah yang ada dalam jurnal tersebut ialah:
1.Pegawai ini tidak memiliki pelatihan formal dalam ED triase, walaupun pegawai tersebut mempunyai pengalam yang cukup
2.asumsi yang keliru bahwa pasien yang meninggalkan tanpa terlihat tidak memiliki masalah yang memerlukan perawatan muncul.
3. asumsi yang salah lain adalah bahwa triase memiliki nilai yang melekat.
Tugas-tugas yang sebenarnya bahwa seorang perawat triase melakukan
umumnya diulang setelah pasien mencapai daerah perawatan. Dokter yang merawat dan perawat akan meminta sebagian besar pertanyaan triase lagi dan tanda-tanda vital akan terulang juga. Hal ini terutama berlaku jika waktu signifikan telah berlalu antara triase dan pengobatan. Mengingat kekurangan saat perawat, memiliki 15% dari staf melakukan tugas-tugas berlebihan adalah masalah yang signifikan

Pavitra Cahyani said...

Pavitra Cahyani (1720051)
Masalah yang ada di dalam jurnal tersebut:
1. Kurangnya sumberdaya sehingga terjadi keterlambatan pelayanan
2. Kurangnya pegawai perawat sehingga melakukan tugas berlebihan
3. Tidak adanya pelatihan dalam triase kegawatdaruratan walaupun mempunyai pengalaman yang cukup

Chorin Rosyidha said...

Chorin Rosyidha 1720006

Sistem triage, adalah sistem prioritas penanganan pasien sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya. Biasanya diurutkan menjadi kategori merah, kuning, hijau dan hitam.
Andersson, Omberg, dan Svedlund (2006) menyatakan bahwa perawat merupakan petugas kesehatan yang mempunyai peran dan tanggung jawab utama dalam melakukan triage di UGD. Kenyataanya, sistem triage di Indonesia belum terstandar secara nasional, sehingga pelaksanaan triage di rs menjadi berbeda.
Menurut saya, sistem triage di Pkm/UGD memang ada beberapa yg menerapkan dengan baik dan terlaksana, namun juga ada beberapa yg kurang menerapkan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya terkait adanya BPJS, pasien pengguna bpjs terkadang memang tidak didahulukan/diberikan pelayanan yg kurang.
Hal ini membuat rentang angka pelaksanaan sistem triage UGD di Indonesia tidak bernilai sempurna (tidak semua rs/pkm menerapkan sistem triage dengan tepat)

Unknown said...

Nama : Vigih Krisdian Anggranesa
Nim : 1720064
Mayoritas pasien (52,8%) adalah laki-laki. Kebanyakan dari mereka (79,1%) menikah. Berarti ± SD dari usia pasien itu 41,79 ± 20,64 tahun. Sebagian besar pasien (96,4%) dirujuk ke UGD oleh keluarga mereka.37,1% dan 74,8% pasien dirawat di UGD dishift malam dan selama hari kerja masing-masing 67,6% pasien dipulangkan. Mengenai akurasi perawat triase, 577 pasien (76,9%) mengalami triase yang benar, 90 pasien (12%) di bawah perawatan dan 83 pasien (11,1%) kelebihan dosis. Tabel 1 membandingkan triase perawat dan final dokter triase. Ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara triase yang dilakukan oleh dokter dan perawat (P<0,001). Kesepakatan koefisien Kappa antara perawat triase dan triase terakhir oleh dokter adalah 0,659 (95% CI: 0,646-0.667), yang menunjukkan tingkat rata-rata kesepakatan antara kedua kelompok.Mayoritas pasien (86,8%) diperiksa oleh wanita perawat dan sebagian besar dari mereka (78,5%) mengalami hal yang benar triase. Di sisi lain, 66,7% dari pasien yang di-triase oleh perawat pria berpengalaman benar triase. Dalam hal ini, 11,1% mengalami overtriage dan 22,2% berpengalaman usaha. Ada secara statistik perbedaan signifikan dalam akurasi triase oleh pria dan wanita perawat wanita di UGD (P = 0,003), menunjukkan bahwa triase oleh perawat wanita lebih benar. Rata-rata waktu kerja perawat di UGD adalah 2,53 ± 1,95 tahun.

Unknown said...

Nur Cahyati 1720049

Masalah dalam jurnal tersebut adalah

1. Asumsi yang salah dan keliru
2. Mempelajari berbahayanya triase yang modern
3.permintaan yg melebihi sumber daya
4.dokter darurat dan perawat sering mengeluh bahwa
spesifik pasien tidak cukup sakit dan tidak '' milik '' di UGD. dokter
perawatan primer percaya bahwa '' tidak pantas '' pemanfaatan ED adalah
memotong ke dalam bisnis mereka. administrator rumah sakit prihatin
tentang '' biaya berlebihan '' ED mereka

SLAMET BAHRUL ALAM said...

SLAMET BAHRUL ALAM 1720062
Masalah dalam jurnal Evaluating the accuracy of emergency nurses in correct triage using emergency severity index triage in Sina hospital of Tabriz: a cross-sectional analysis.
Dalam penelitian cross-sectional deskriptif ini 750 pasien, yang merujuk ke gawat darurat (ED) rumah sakit pendidikan Sina, berpartisipasi dari 23 Juli hingga 22 Agustus pada 2015. Peserta dipilih menggunakan metode convenience sampling. Tingkat triase pasien ditentukan oleh dokter dan perawat secara terpisah dan hasilnya dibandingkan. Untuk menentukan tingkat kesepakatan antara dua kelompok ( perjanjian antar penilai ), indeks kappa dievaluasi. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 17.
Di antara 750 pasien, 577 pasien (76,9%) digolongkan dalam kelompok triase yang benar, 90 pasien (12%) pada kelompok usaha dan 83 pasien (11,1%) pada kelompok overtriage. Koefisien persetujuan Kappa antara tingkat triase ESI dari dokter dan perawat adalah 0,659 (95% CI: 0,646-0,667). Ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara tingkat triase dokter dan perawat ( P  <0,001).Penelitian ini menunjukkan bahwa ada kesepakatan moderat antara triase dokter dan perawat. Tampaknya meningkatkan keterampilan dan pengetahuan perawat mungkin meningkatkan akurasi perawat darurat dalam triase pasien yang benar. Oleh karena itu, program perencanaan berdasarkan pelatihan triase yang benar untuk perawat darurat sangat disarankan.

Puput Ratna Sari said...

Shintya Herlambang Trisnawati
(1720059)


Masalah yang saya temukan pada jurnal :
1.Dalam jurnal ini di katakan bahwa menurut abbasl et all di tentukan kekuatan triase perawat masih rendah , namun menurut worster et all menemukan akurasi tinggi untuk triase perawat.
Dari pernyataan di atas, dapat di simpulkan bahwa masih banyaknya masalah perbedaan pendapat mengenai kemampuan perawat dalam triase.

2.Menurut Association of America menyatakan bahwa perawat triase harus memiliki minimal 6 bulan pengalaman dalam darurat, Namun penelitian lain telah menemukan bahwa tidak ada hubungan langsung antara pengalaman kerja dan skor yang di peroleh di triase kuisioner pengetahuan (21,26).
Dari pernyataan tersebut dapat kita lihat bahwa masih terdapat masalah, atau perbedaan pendapat tentang penting atau tidaknya perawat triase untuk memiliki pengalaman dalam darurat minimal 6 bulan.

menurut saya, dalam jurnal ini mengangkat masalah tentang pro dan kontra mengenai perawat triase dengan dokter , juga mengenai penting atau tidaknya perawat triase memiliki pengalaman dalam penanganan darurat.

Unknown said...

Rizka Putri Ari Rahmadhani (1720025)

Triage yang tepat diterapkan di Indonesia yaitu Emergency Severity Index (ESI) yang bersandar pada perawat dengan pelatihan triase secara spesifik, pasien yang masuk digolongkan dalam ESI 1 - ESI 5 sesuai pada kondisi pasien dan sumber daya rumah sakit yang diperlukan oleh pasien (1,3,4). ESI tidak secara spesifik memepertimbangkan diagnosis untuk penentuan level triase dan tidak memberikan batas waktu tegas kapan pasien harus ditemui dokter.ESI lebih tepat di terapkan di sebagian besar IGD di Indonesia dengan alasan :
1. Perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter.
2. Pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur.
3. Sistem ini menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia.

Unknown said...

SEFTI WULANDARI 1720028
Indonesia belum ada kesepakatan tentang metode triase apa yang digunakan di rumah sakit. Belum ditemukan adanya literatur nasional yang mengidentifikasi metode-metode triase yang digunakan tiap-tiap unit gawat darurat di Indonesia. Secara empiris penulis mengetahui bahwa pemahaman triase dalam pendidikan kesehatan sebagian besar- kalau tidak bisa dikatakan seluruhnya- masih menggunakan konsep triase bencana (triase merah,,kuning, hijau, dan hitam).erapa rumah sakit yang mengikuti akreditasi internasional seperti Rumah Sakit Pusat Nasional dr. Ciptomangunkusumo sudah mulai mencoba mengikuti penerapan triase lima kategori di Instalasi Gawat Darurat. Konsep lima kategori di RSCM merupakan penyesuaian dari konsep ATS.

Banyak perbedaan pendapat antara petugas medis di IGD RSCM ketika sistim ini diterapkan karena sebagian masih menganut paham triase bencana.

Unknown said...

Menurut saya sistem Triase yang harus di terapkan di indonesia adalah Triase Emergency Severity Index (ESI) karena sistem tersebut perawat Triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dari dokter selain itu juga bisa menjadi pertimbangan untuk pemakaian sumberdaya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur. Sistem Triase ini dapat dipercaya dan bisa diandalkan jika di terapkan di Indonesia.

Unknown said...

Ruri wulandari 1720026

Menurut saya sistem Triase yang harus di terapkan di indonesia adalah Triase Emergency Severity Index (ESI) karena sistem tersebut perawat Triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dari dokter selain itu juga bisa menjadi pertimbangan untuk pemakaian sumberdaya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur. Sistem Triase ini dapat dipercaya dan bisa diandalkan jika di terapkan di Indonesia.

Nur Hidayati said...

Nur Hidayati (1720050)

Masalah yang ada dalam jurnal "Triage:Better Tolls but the wrong problem" tersebut adalah :
1. Pegawai ini tidak memiliki pelatihan formal dalam ED triase, walaupun pegawai tersebut mempunyai pengalam yang cukup
2. Asumsi yang salah lain adalah bahwa triase memiliki nilai yang melekat.
Tugas-tugas yang sebenarnya bahwa seorang perawat triase melakukan umumnya diulang setelah pasien mencapai daerah perawatan. Dokter yang merawat dan perawat akan meminta sebagian besar pertanyaan triase lagi dan tanda-tanda vital akan terulang juga. Hal ini terutama berlaku jika waktu signifikan telah berlalu antara triase dan pengobatan. Mengingat kekurangan saat perawat, memiliki 15% dari staf melakukan tugas-tugas berlebihan adalah masalah yang signifikan
3. Asumsi yang keliru bahwa pasien yang meninggalkan tanpa terlihat tidak memiliki masalah yang memerlukan perawatan muncul.

Unknown said...

Nadya Desya Eka Puspitasari (1720022)
Menurut saya sistem yang cocok digunakan di Indonesia ialah Emergency Severity Index (ESI). mengapa? karena sistem ini sudah bersandar pada perawat dengan pelatihan triase secara spesifik. ini adalah 3 alasan mengapa ESI cocok digunakan di Indonesia : Pertama, perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter. Alasan kedua, pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur. Ketiga, sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia. ESI jika diaplikasikan di indonesia berpotensi untuk meningkatkan keselamatan pasien dan efisiensi pelayanan.

neti anggita wijaya said...

Neti Anggita Wijaya 1720023

Menurut saya sistim triage yang lebih cocok digunakan di Indonesia adalah sistim Emergency Severity Index (ESI)
Sistem ESI bersandar pada perawat dengan pelatihan triase secara spesifik. Pasien yang masuk digolongkan dalam ESI 1 sampai ESI 5 sesuai pada kondisi pasien dan sumber daya rumah sakit yang diperlukan oleh pasien (1,3,4). ESI tidak secara spesifik mempertimbangkan diagnosis untuk penentuan level triase dan tidak memberikan batas waktu tegas kapan pasien harus ditemui dokter.

Menarik untuk membahas ESI dalam konteks IGD rumah sakit di Indonesia. Ada sedikitnya tiga alasan mengapa ESI lebih cocok diterapkan di sebagian besar IGD di Indonesia. Pertama, perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter. Alasan kedua, pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur. Ketiga, sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia. Meskipun kebanyakan rumah sakit di Indonesia masih menggunakan sistim triage klasik atau bencana maka dari itu sistim triage ESI lebih fleksibel digunakan di rumah sakit di Indonesia. šŸ™

Fernanda oktafiana s said...

Fernanda oktafianabSaputri (1720040)

Menurut saya yang harus didahulukan yakni korban ke dua dikarenakan korban ke dua ini tidak tersadarkan diri dan segera butuh penanganan.Ditakutkan korban tidak sadarkan diri dikarenakan mengalami gangguan jalan nafas atau henti jantung.Sedangkan korban yang pertama adalah gawat darurat (kata gori merah) yakni pasien yang butuh pertolongan segera (prioritas pertama)

Iqbal yusril firdaus said...

Iqbal yusril firdaus nim 1720042

Masalah yang ada dalam jurnal tersebut adalah asumsi yang keliru bahwa pasien yang meninggalkan tanpa terlihat tidak memiliki masalah yang memerlukan perawatan muncul. Memang benar bahwa beberapa pasien dengan masalah kecil akan dibujuk oleh tinggal lama di ruang tunggu ED. Sayangnya, pasien beberapa
signi fi sakit cantly tidak bisa bertahan menunggu. Kami baru-baru ini
seorang pasien yang meninggalkan setelah multihour tinggal di ruang
tunggu kami, hanya untuk kembali keesokan harinya di syok septik dari
pneumonia nya.

asumsi yang salah lain adalah bahwa triase memiliki nilai yang melekat.
Tugas-tugas yang sebenarnya bahwa seorang perawat triase melakukan
umumnya diulang setelah pasien mencapai daerah perawatan. Dokter yang
merawat dan perawat akan meminta sebagian besar pertanyaan triase lagi
dan tanda-tanda vital akan terulang juga. Hal ini terutama berlaku jika waktu signifikan telah berlalu antara triase dan pengobatan. Mengingat kekurangan saat perawat, memiliki 15% dari staf melakukan tugas-tugas berlebihan adalah masalah yang signifikan

Unknown said...

Ananda Nicola Hidayat (1720003)

Tujuan triage adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa

FUNGSI TRIAGE
1. Menilai tanda-tanda dan kondisi vital dari korban.

2. menetukan kebutuhan media

3. menilai kemungkinan keselamatan terhadap korban.

4. menentukan prioritas penanganan korban.

5. memberikan pasien label warna sesuai dengan skala prioritas.

Redita Afiani said...
This comment has been removed by the author.
Na Nuramalina said...

Nur Amalina (1720048)
Masalah yang terjadi :
1.Kesalahan dalam penggolongan jenis triage
2.Petugas yang tidak memiliki pelatihan formal terkait ED Triage
3.Biaya ED yang cukup mahal
4.Asumsi lain yang salah adalah dilakukannya pengulangan tugas-tugas triase pada saat perawatan, dimana tenaga medis akan memberikan pertanyaan ulang yang nantinya pemeriksaan tanda-tanda vital perlu dilakukan ulang juga.
5.Kurangnya tenaga medis

Redita Afiani said...


REDITA AFIANI (1720056)

Menurut saya, masalah yang ada dalam jurnal adalah perawat triase kurang mengamati prinsip-prinsip triase dalam klasifikasi pasien, sehingga terjadi kesalahan seperti overtriage atau undertriage yang bisa berbahaya bagi pasien.
Undertriage mengacu pada situasi di mana menyebabkan efek samping bagi pasien rawat inap selama mereka tinggal di rumah sakit , sedangkan, overtriage terutama menciptakan masalah dalam konsumsi sumber daya dan mengalihkan staf medis dari kegiatan penting lainnya di rumah sakit. Dalam hal komplikasi bagi pasien, undertriage lebih berbahaya (6-9). Undergtriage disebabkan karena kurang profesionalnya tenaga ED dimana yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun. perbedaan shift juga berpengaruh dimana undertriage lebih tinggi di malam hari, sementara overtriage lebih tinggi di pagi hari.

Aviva said...

Avivatus S. (1720034)

Menurut saya Korban yang harus di dahulukan adalah korban ke-2 karena korban tidak sadarkan diri yang harus segera mendapatkan penanganan dan pemeriksaan penunjang lainnya, patut dicurigai korban tidak sadarkan diri mengalami henti jantung ataupun gangguan jalan nafas bahkan cidera kepala ringan/berat .
Sedangkan korban pertama termasuk gawat darurat triage merah yaitu pasien prioritas pertama/area resusitasi (pasien kategori kritis) yang membutuhkan pertolongan medis segera.

Rahmatul Nadya said...

Rahmatul Nadya Santoso
(1720055)

Masalah dalam jurnal tersebut :
Di ruang gawat darurat (UGD) waktu sangat penting bagi pasien karena menentukan jarak kematian. Menggunakan sistem triase adalah pendekatan yg tepat untuk memprioritaskan kebutuhan pasien UGD. Triase yg baik harus dapat akurat mengidentifikasi pasien yg membutuhkan perawatan darurat dengan akses cepat ke pengobatan diagnostik dan terapeutik. Dalam jurnal tersebut terdapat masalah yaitu under triage dan over triage. Undertriage mengacu pada situasi dimana ada keterlambatan dalam pengobatan pasien. Sedangkan overtriage mengacu pada situasi dimana dokter mengunjungi pasien bukan karena pasien benar" sakit. Undertriage di ED dapat menyebabkanefek samping bagi pasien rawat inap selama mereka tinggal di rumah sakit, dan di sisi lain, overtriage terutama menciptakan masalah dalam konsumsi sumber daya dan mengalihkan staf medis dari kegiatan penting lainnya di rumah sakit. Under triage disbabkan karena kurang profesionalnya tenaga ED dimana yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun. perbedaan shift juga berpengaruh dimana undertriage lebih tinggi di malam hari, sementara overtriage lebih tinggi di pagi hari.

Unknown said...

Korban prioritas yang di bawa ambulan yaitu korban kedua yang tidak sadarkan diri karena tergolong dalam kasus gawat dan darurat atau P1 (mengancam nyawa dan membutuhkan pertolongan segera) misalnya cardiac arrest,penurunan kesadaran,dan trauma, jika pada korban pertama dengan fraktur kaki sebelah kanan (termasuk dalam keadaan tidak mengancam nyawa )atau P3.
Maka dari itu prioritas utama yaitu pasien yang tidak sadar (mengalami penurunan kesadaran).



Ayu Wardani said...

Nama : Ayu Wardani
NIM : 1720035

Yang menjadi prioritas untuk dibawa ambulan adalah pasien kedua dengan keadaan tidak sadarkan diri, terdapat jejas dan luka pada bagian abdomen, jeLas pada lengan kanan. Mengapa demikian karena pasien dalam keadaan tidak sadar yang mana pasti ada penyebab yang perlu di kaji lebih lanjut juga memiliki luka pada bagian abdomen. Sedangkan pasien kedua dalam keadaan sadar dan tidak ada penjelasan yang detail menengenai patah tulaNg pasien.

Fara Dee said...

Nama: Fara Dian Nur Firdaus
Nim: 1720038

Korban yang diprioritaskan adalah korban nomor 2 (Prioritas 1)Pasien gawat darurat yang artinya segera ditolong. Keadaan pasien 2; tidak sadar, terdapat jejas pada abdomen dan lengan sebelah kanan.
-Kondisi pasien gawat darurat ditandai dengan kondisi tidak sadar atau mengalami penurunan kesdaran. Keadaan tersebut memerlukan penanganan segera melalui tindakan ABCDE.
A (Airway): untuk meniilai jalan napas pasien . Jika tidak ada suara, maka gunakan teknik chin-lift untuk membuka jalan napas
B (Breathing): memperhatikan proses respirasi
C (Circulation): lihat tanda-tanda kehilangan darah ekternal, raba denyut nadi
D (Disability): Tingkat kesadaran pasien. Cek reaksi pupil, reaksi sadar, verbal, pain
E (Exposure, Environment): periksa cedera, pendarahan, atau keanehan lainnya. Kontrol lingkungan; lindungi dari hipotermia
-Selain itu kondisi yang tidak sadar dapat membahayakan karena dapat kemungkinan terjadi sesuatu yang bahaya dan belum diketahui (misalnya adanya pendarahan ddidalam otak atau pendarahan internal). Maka dari itu, keadaan dan respon pasien juga diperlukan observasi secara terus menerus

Sedangkan pada korban 1 (Prioritas 3) Darurat tidak gawat. Korban sadar, terdapat fraktur pada kaki kanan, tidak ada jejas dibagian kepala, korban merintih kesakitan.
-Fraktur meskipun tidak diapa-apakan bisa sembuh sendiri (butuh imobilisasi dan tetapi untuk sembuhnya membutuhkan waktu yang lama) kecuali fraktur terbuka yang mengakibatkan pendarahan maka hal tersebut bisa mengancam nyawa.

Unknown said...

Avid Nur Sa'adah
1720033


Korban prioritas yang di bawa ambulan yaitu korban kedua yang tidak sadarkan diri karena tergolong dalam kasus gawat dan darurat atau P1 (mengancam nyawa dan membutuhkan pertolongan segera) misalnya cardiac arrest,penurunan kesadaran,dan trauma, jika pada korban pertama dengan fraktur kaki sebelah kanan (termasuk dalam keadaan tidak mengancam nyawa )atau P3, yang membutuhkan imobilisasi
Maka dari itu prioritas utama yaitu pasien yang tidak sadar (mengalami penurunan kesadaran).

Renal Asparega Eko P said...

Renal Asparega EKo P
1720057
Undertriage mengacu pada situasi di mana perawat triase memperkirakan ketajaman
pasien kurang dari tingkat yang sebenarnya dan menyebabkan keterlambatan dalam
pengobatan pasien. Overtriage mengacu pada situasi di mana perawat triase
memperkirakan pasien ketajaman lebih tinggi dari saat ini dan membuat dokter
mengunjungi pasien bukan pasien benar-benar sakit. Dalam hal komplikasi bagi pasien,
undertriage lebih berbahaya (6-9). Tidak ada jumlah yang wajar didefinisikan untuk dua
negara ini tapi tujuannya adalah untuk mencapai undertriage di bawah 10% (7).
Mengabaikan situasi berisiko dan kurangnya penafsiran yang tepat dari tanda-tanda
vital adalah alasan utama untuk undertriage. Undertriage di ED dapat menyebabkan
efek samping bagi pasien rawat inap selama mereka tinggal di rumah sakit, dan di sisi
lain, overtriage terutama menciptakan masalah dalam konsumsi sumber daya dan
mengalihkan staf medis dari kegiatan penting lainnya di rumah sakit

Unknown said...

HUSNIYAWATI
1720041

Korban prioritas atau korban kategori merah (mengancam nyawa dan membutuhkan pertolongan segeras misal cardiac arrest, penurunan kesadaran, dan trauma) adalah korban kedua, alasanya karena korban dalam kondisi yang sangat kritis yaitu kehilangan kesadaran dan terdapat jejas.

Sukma dwi ardyagarin said...
This comment has been removed by the author.
Sukma dwi ardyagarin said...

Sukma Dwi Ardyagarin (1720063)

Masalahnya adalah
Undertriage mengacu pada situasi di mana perawat triase memperkirakan ketajaman
pasien kurang dari tingkat yang sebenarnya dan menyebabkan keterlambatan dalam
pengobatan pasien. Overtriage mengacu pada situasi di mana perawat triase
memperkirakan pasien ketajaman lebih tinggi dari saat ini dan membuat dokter
mengunjungi pasien bukan pasien benar-benar sakit. Dalam hal komplikasi bagi pasien,
undertriage lebih berbahaya (6-9). Tidak ada jumlah yang wajar didefinisikan untuk dua
negara ini tapi tujuannya adalah untuk mencapai undertriage di bawah 10% (7).
Mengabaikan situasi berisiko dan kurangnya penafsiran yang tepat dari tanda-tanda
vital adalah alasan utama untuk undertriage. Undertriage di ED dapat menyebabkan
efek samping bagi pasien rawat inap selama mereka tinggal di rumah sakit, dan di sisi
lain, overtriage terutama menciptakan masalah dalam konsumsi sumber daya dan
mengalihkan staf medis dari kegiatan penting lainnya di rumah sakit (3). Rumah Sakit
Pendidikan Sina adalah rumah sakit umum yang berafiliasi dengan Tabriz University of
Medical Sciences memiliki internal keracunan, bedah, urologi, luka bakar, dermatologi,
ortopedi bangsal dan empat unit perawatan intensif.

Unknown said...

Zulfa lailatul machbubah (1720031)
Menurut saya Sistem triage yang sebaiknya atau sistem triage yg cocok untuk diterapkan di indonesia adalah sistem triage ESI (emergency severity index) yaitu sistem yang bersandar pada perawat dengan pelatihan triase secara spesifik. Pasien yang masuk digolongkan dalam ESI 1 sampai ESI 5 sesuai pada kondisi pasien dan sumber daya rumah sakit yang diperlukan oleh pasien (1,3,4). ESI tidak secara spesifik mempertimbangkan diagnosis untuk penentuan level triase dan tidak memberikan batas waktu tegas kapan pasien harus ditemui dokter.
Ada sedikitnya tiga alasan mengapa ESI lebih cocok diterapkan di sebagian besar IGD di Indonesia. Pertama, perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter. Alasan kedua, pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur. Ketiga, sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia.

Unknown said...

Elsa Puspita Sari (1720036)

Terjadi sebuah kecelakaan, terdapat dua korban. Korban pertama : sadar, terdapat fraktur pada kaki kanan, tidak ada jejas luka pada bagian kepala, korban merintih kesakitan. Korban kedua : tidak sadarkan diri, terdapat jejas dan luka pada bagian abdomen, jejas pada lengan kanan. Korban manakah yang lebih prioritas untuk dibawa ambulan? sertakan alasannya.

Jadi, korban yang harus diprioritaskan adalah korban yang kedua dan harus mendapatkan penanganan terlebih dahulu karena korban kedua tidak sadarkan diri takutnya akan mengalami henti jantung, gangguan jalan napas, cidera ringan atau berat. Sedangkan korban pertama termasuk gawat darurat triage 1

Unknown said...

Elsa Puspita Sari (1720036)

Terjadi sebuah kecelakaan, terdapat dua korban. Korban pertama : sadar, terdapat fraktur pada kaki kanan, tidak ada jejas luka pada bagian kepala, korban merintih kesakitan. Korban kedua : tidak sadarkan diri, terdapat jejas dan luka pada bagian abdomen, jejas pada lengan kanan. Korban manakah yang lebih prioritas untuk dibawa ambulan? sertakan alasannya.

Jadi, korban yang harus diprioritaskan adalah korban yang kedua dan harus mendapatkan penanganan terlebih dahulu karena korban kedua tidak sadarkan diri takutnya akan mengalami henti jantung, gangguan jalan napas, cidera ringan atau berat. Sedangkan korban pertama termasuk gawat darurat triage 1

Anonymous said...

Sekar arum apkp (1720029)

Ini adalah sistem triage yang cocok digunakan di Indonesia :
Emergency Severity Index atau biasa disingkat ESI, ESI dikembangkan sejak akhir tahun sembilan puluhan di Amerika Serikat. Sistem ESI bersandar pada perawat dengan pelatihan triase secara spesifik. Pasien yang masuk digolongkan dalam ESI 1 sampai ESI 5 sesuai pada kondisi pasien dan sumber daya rumah sakit yang diperlukan oleh pasien (1,3,4). ESI tidak secara spesifik mempertimbangkan diagnosis untuk penentuan level triase dan tidak memberikan batas waktu tegas kapan pasien harus ditemui dokter.

Menarik untuk membahas ESI dalam konteks IGD rumah sakit di Indonesia. Ada sedikitnya tiga alasan mengapa ESI lebih cocok diterapkan di sebagian besar IGD di Indonesia. Pertama, perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter. Alasan kedua, pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur. Ketiga, sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia.
Aslinya, ESI dibuat dalam konteks IGD sebagai antar muka EMS dan pelayanan rumah sakit. Sebuah penelitian di Eropa juga menambahkan fakta menarik mengenai ESI pada pasien yang datang sendiri ke IGD, kondisi yang lebih mirip dengan Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa sistem triase ESI ini dapat dipercaya dan diandalkan pada pasien-pasien yang datang sendiri ke IGD. Tidak ada modifikasi yang perlu dilakukan pada algoritme sistem triase ESI untuk pasien-pasien yang datang sendiri ke IGD.

Unknown said...

Ira Rismadhani (1720043)
Masalah yang terjadi:
1.Asumsi yang keliru muncul
2.Kesalahan dalam penggolongan jenis triage
3.Petugas yang tidak memiliki pelatihan formal yang terkait ED Triage
4.kurangnya tenaga medis
5.permintaan siapa yang mendapatkan sumber daya

Theresia Widiyasari said...

KESAKSIAN BAGAIMANA SAYA MENDAPATKAN PINJAMAN SAYA DARI PERUSAHAAN PINJAMAN DAN TERPERCAYA. Saya bernama Theresia Widiyasari dan saya tinggal di Australia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar berhati-hati karena ada penipu di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial, dan karena keputusasaan saya, saya dibohongi oleh beberapa pemberi pinjaman online dengan nilai Rp75.890.000. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya yang merupakan seorang polisi merujuk saya ke sebuah perusahaan pinjaman yang sangat andal bernama DONNAHALL FUNDING LLC yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp950.000.000 dalam 24 Jam tanpa tekanan. Jika Anda membutuhkan pinjaman apa pun, cukup hubungi mereka sekarang melalui email: (donnahallfundingllc@gmail.com). Saya menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman karena saya melewati di tangan para pemberi pinjaman palsu.
Jika Anda memiliki pertanyaan, hubungi saya: {theresiawidiyasari@gmail.com}

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes