PEMBERDAYAAN
KORBAN BENCANA DALAM MENJAGA
KEBERSIHAN,
KESEHATAN DAN KEAMANAN DIRI SENDIRI, KELUARGA DAN LINGKUNGAN DI TEMPAT
PENGUNGSIAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Keadaan lingkungan tempat pengungsian saat
terjadi bencana seringkali masih kotor dan tidak sesuai harapan. Seperti yang
diutarakan oleh dr. Ari Fahrial Syam, salah seorang dokter dari Universitas
Indonesia yang turut membantu korban bencana banjir Jakarta yang mengomentari
pada aspek kebersihannya dan kesehatannya. Beliau menyatakan tempat-tempat pengungsian menjadi dingin dan lembab
akibat hujan, penuh sesak, dan bising. "Kemudian mereka tidur berjejal
dengan alas seadanya, serta fasilitas mandi cuci kakus tak memadai," (Syam,
2013). Hal serupa juga diutarakan Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat HR. Agung Laksono saat menyambangi posko pengungsian banjir di Rumah Sakit Hermina,
Jatinegara, Jakarta Timur. Beliau menyatakan prihatin atas kondisi yang tidak
sesuai standart itu dan berjanji
memberikan bantuan secepatnya (Laksono, 2013). Secara umum, kondisi
kebersihan, kesehatan dan keamanan lingkungan penampungan saat terjadi bencana seringkali
masih kurang optimal.
Saat terjadi bencana, maka pengungsian menjadi
tempat tinggal utama para korban. Puluhan, ratusan atau bahkan ribuan manusia
berkumpul menjadi satu di sebuah tempat. Berbagai macam kegiatan ‘bercampur’
menjadi satu di tempat pengungsian. Mulai dari kegiatan koordinasi
penanggulangan bencana, kegiatan masak-memasak, kegiatan pengobatan, mobilisasi
dan berbagai kegiatan lain. Hal ini seringkali menyebabkan ‘kacaunya’
lingkungan pengungsian tempat para korban bencana. Bukan hanya masalah
kebersihan saja, masalah kesehatan dan keamanan lingkungan di tempat
pengungsian bencana dapat timbul akibat kondisi yang kurang tertata ini.
Sebagai
akibatnya seperti yang dapat kita perkirakan, kondisi kesehatan para pengungsi sebagai
salah satu aspek yang terpengaruh mengalami
gangguan. Masalah kesehatan seperti gatal-gatal, pilek dan batuk atau juga
diare sering terjadi di tempat pengungsian (Heroni, 2013). Bayi dan balita yang masih lemah menjadi
korban tersering akibat kurangnya kebersihan lingkungan di tempat pengungsian. Kondisi yang perlu diwaspadai adalah
datangnya bakteri leptospira. Bakteri ini terutama di sebarkan oleh tikus
melalui kotoran atau urine. Terlebih lagi dengan kondisi lingkungan pengungsian
yang kurang bersih, bakteri ini akan lebih mudah menyerang karena tikus akan
berkeliaran sewaktu terjadi banjir sehingga kotoran dan urine-nya akan
tercampur dengan air banjir (Aditama, 2013). Hal di atas terjadi karena kurangnya
kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat bencana.
Sementara itu di
tempat pengungsian, ketersediaan tenaga kadangkala menjadi permasalahan sendiri
terutama pada bencana dengan skala yang besar. Kurangnya tenaga manusia untuk
melaksanakan berbagai macam kegiatan yang ada di tempat pengungsian
mengakibatkan kelambanan dalam operasi tanggap bencana. Penyediaan layanan
kesehatan dan kebutuhan dasar seperti makanan membutuhkan tenaga yang tidak
sedikit. Belum lagi tenaga untuk mencari atau memobilisasi korban bencana
sebagai salah satu prioritas akan semakin menurunkan ketersediaan tenaga di
tempat pengungsian. Belum memadainya kinerja penanggulangan bencana yang
disebabkan adanya
keterbatasan kapasitas dalam pelaksanaan tanggap darurat ini menjadi salah satu
kendala utama dalam penanggulangan bencana (Alisjahbana, 2010). Akibatnya, kondisi kebersihan, keamanan dan
kesehatan lingkungan tempat pengungsian seringkali terabaikan dan tidak
terjaga.
Disinilah sebenarnya
peran korban/keluarga korban bencana dapat dioptimalkan untuk dapat memberikan
bantuan. Korban bencana di tempat pengungsian yang tidak mengalami kendala
fisik yang berarti dapat turut serta membantu petugas penanggulangan bencana.
Tidak turut serta dalam kegiatan inti, tapi dapat turut serta menjaga keamanan,
kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar, khususnya lingkungan mereka
sendiri. Selama ini, para korban bencana seringkali hanya menjadi ‘korban’ yang
dianggap tidak berdaya dan selalu membutuhkan bantuan di segala bidang. Padahal
di tengah keterbatasan tenaga yang ada saat bencana, bantuan dari korban
bencana-pun sebenarnya dapat memberikan daya guna dan manfaat yang baik.
1.2 Masalah
Masalah
yang diambil dalam karya tulis ini adalah bagaimana cara mendayagunakan korban
bencana yang masih dapat beraktifitas dan tidak mengalami kendala fisik untuk membantu
dalam tanggap darurat bencana kepada diri dan keluarga sendiri.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1
Tujuan Umum
Mengidentifikasi metode/cara yang
tepat untuk mendayagunakan korban bencana yang masih dapat beraktifitas dan
tidak mengalami kendala fisik untuk dapat membantu dalam tanggap darurat
bencana kepada diri dan keluarga sendiri.
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mengidentifikasi Korban bencana yang mana masih
dapat secara aktif memberikan bantuan/beraktifitas dan tidak mengalami kendala
fisik.
-
Mengidentifikasi Alur dan Area yang tepat bagi korban bencana yang masih
dapat secara aktif untuk dapat memberikan bantuan.
-
Mengidentifikasi bantuan yang daapt diberikan para korban bencana yang
masih dapat secara aktif untuk dapat memberikan bantuan.
- Mengidentifikasi Manfaat yang dapat diperoleh dari
pendayagunaan Korban bencana yang masih dapat secara aktif memberikan bantuan.
1.4 Manfaat penulisan
1.
4.1 Untuk masyarakat
Memberikan
pemahaman dan pengetahuan akan apa yang mereka bisa lakukan saat terjadi
bencana yang mana akan membantu diri mereka sendiri.
1.4.2
Untuk BNPB
Memberikan
contoh model untuk mengembangkan pendayagunaan korban bencana untuk turut serta
memberikan bantuan dalam penanggulangan bencana itu sendiri.
Bab III
Pembahasan
3.1 Gagasan Perubahan Sistem
Managemen Bencana :
Korban bencana sebaiknya tidak
hanya diperlakukan sebagai obyek dari sistem penanggulangan bencana, tapi juga
sebagai subjek atau pelaku yang turut berperan dalam managemen bencana. Peran
yang dimaksud disini tentunya bukan peran inti yang turut melakukan pencarian
dan penyelamatan korban bencana. Pemberdayaan dari Korban bencana sebenarnya dapat
memberikan kontribusi yang nyata yang mana akan sangat membantu petugas karena
seringkali ada keterbatasan tenaga dalam penanggulangan bencana.
Kontribusi
korban bencana dalam penanggulan bencana ini merupakan kontribusi yang bersifat
lokal saja yaitu terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar korban saja seperti
tempat pengungsian. Korban yang masih aktif dapat memberikan manfaat baik untuk
dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan. Secara garis besar bantuan yang
dapat diberikan bisa dibagi ke dalam tiga area, yaitu area kebersihan,
kesehatan dan keamanan lingkungan.
3.2 Peran Korban bencana dalam
Kebersihan, Kesehatan dan Keamanan diri sendiri dan Lingkungan
- Sebagai Agen untuk diri Sendiri
Korban dapat membantu dirinya dan
keluarganya sendiri saat bencana. Hal yang dapat dilakukan yaitu dalam menjaga
kebersihan, keamanan dan kesehatan dirinya sendiri dan keluarga yaitu :
-
Kebersihan
Korban dapat membersihkan
tubuhnya sendiri atau keluarga dari kotoran-kotoran yang menempel saat terjadi
bencana. Misalnya lumpur saat terjadi banjir,abu saat terjadi gunung meletus
dan lainnya. Walaupun terlihat sepele, kebersihan sangat berpengaruh kepada
kesehatan individu korban bencana sendiri. Keadaan tubuh yang tidak bersih seperti
adanya lumpur yang merupakan temapt bakteri dapat dengan mudah masuk kedalam
tubuh terlebih lagi bila ada luka di kulit.
-
Kesehatan
Kesehatan yang dimaksud disini lebih
berfokus pada keadaan tubuh sendiri. Korban bencana selain memiliki masalah
kesehatan akibat bencana, kadang juga memiliki masalah kesehatan sendiri
sebelum terjadi bencana seperti misalnya menderita penyakit seperti diabetes
mellitus atau hipertensi. Menjaga kesehatan sendiri dapat dilakukan dengan
tetap mengkonsumsi obat-obatan yang diperlukan atau tidak memaparkan tubuh
sehingga mudah sakit misalnya mengenakan selimut saat malam yang dingin. Jangan
sampai karena ada bencana, kesehatan tubuh sendiri menjadi terabaikan karena
kebingungan dan lain sebagainya yang justru malah akanj menjadi bumerang bagi
diri sendiri.
-
Keamanan
Menjaga keamanan diri sendiri
dapat diartikan sebagai upaya individu untuk menjaga harta bendanya, diri
sendiri atau keluarganya. Tidak dapat dipungkiri saat terjadi bencana seperti
kebakaran atau kebanjiran, harta benda juga turut dibawa ke tempat pengungsian.
Sementara petugas sendiri tentunya sibuk dengan hal lain. Dengan banyaknya
orang dan kepentingan dilingkungan bencana, keamnan menjadi faktor yang riskan
untuk terjadi sesuatu. Baik terhadap harta benda atau diri sendiri dan
keluarga.
- Sebagai Agen untuk orang lain
-
Kebersihan
Dalam poin ini, selain menjaga
kebersihan diri dan keluarga sendiri, korban dapat membantu orang lain untuk menjaga kebersihannya. Paling tidak
untuk saling mengingatkan agar tidak lupa mencuci bagian tuubuh yang terkena
lumpur atau lainnya. Bantuan ke orang lain juga daapat diberikan kepada
seseorang yang tidak bisa mandiri menjaga kebersihannya. Misalnya anak kecil
yang terpisah dengan orangtuanya atau seorang lansia yang lemah untuk beraktivitas.
-
Kesehatan
Begitu pula dengan poin
kesehatan. Korban bencana dapat memberikan bantuan dengan cara melaporkan
kepada petugas apabila ditemu ada orang lain di dalam tempat pengungsian yang mengalami
gangguan kesehatan seperti misalnya luka di tubuh, atau asma dan lain-lain. Hal
ini tentunya akan sangat membantu petugas kesehatan yang bertugas.
-
Keamanan
Seperti kebersihan dan kesehatan,
korban bencana dapat saling menjaga keamanan diri dan keluarga melalui saling
menjaga di tempat pengungsian. Tidak bisa dipungkiri dengan ramainya tempat
pengungsian, akan menimbulkan celah atau kesempatan suatu hal tidak baik
terjadi. Menjaga orang lain bisa diartikan membantu mereka yang tidak bsia
menolong dirinya sendiri seperti contohnya tadi adalah anak yang terpisah
dengan orang tuanya. Membantu keamanannya agar si anak tidak menjadi kesempatan
orang lain untuk bertindak yang tidak diharapkan.
- Sebagai Agen untuk Lingkungan
Sebagai agen untuk lingkungan
berarti menjaga daerah disekitar korban sendiri, yaitu di tempat pengungsian.
Sesuai dengan masalah utama yang diangkat bahwa lingkungan tempat korban
bencana berada seringkali kotor dan tidak teratur. Bantuan dari para korban
bencana sendiri untuk menjaga daerah lingkungannya akan sangat membantu dalam
proses penanggulangan bencana ini.
-
Kebersihan
Dalam hal kebersihan, para korban
dapat membersihkan daerah lingkungannya dari hal yang menggangu. Seperti
misalnya genangan air, lumpur, abu dan lain sebagainya. Bukan agar terlihat
bersih, tapi supaya tidak ada ancaman yang datang karena ketidakbersihan di
tempat pengungsian seperti misalnya bakteri leptospira yang ditularkan melalui
air kencing dan tinja tikus.
-
Kesehatan
Menjaga kesehatan lingkungan erat
kaitannya dengan kebersihan. Bagaimana mencegah supaya lingkungan yang ada saat
ini tidak menimbulkan resiko untuk menimbulkan ancaman pada kesehatan. Seperti
msialnya alas yang tidak tertutup/langsung bersentuhan dengan tanah dapat
dicarikan tikar atau alas lainnya untuk menutupi. Tempat/tenda yang tanpa
penutup bisa diupayakan agar berpenutup sehingga tidak dingin saat malam.
Kotoran yang ada di tempat tidur di pengungsian bisa dibersihkan tanpa menunggu
bantuan petugas dan hal-hal lainnya.
-
Kemanan
Menjaga keamanan lingkungan
berarti mencegah agar tidak ada tindakan yang tidak diinginkan terjadi. Karena
saat terjadi bencana, kondisi yang kacau dan tidak terjaga dengan baik akan
menimbulkan kesempatan. Penjagaan bisa diarahkan kepada penjagaan harta benda,
atau keluarga sendiri di lingkungan pengungsian. Kewaspadaan tentunya tetap
harus diperhatikan saat berada di tempat pengungsian atau saat terjadi bencana
- Penanggulangan Bencana
Banyak
kegiatan yang mungkin sebenarnya dapat dilakukan korban bencana untuk membantu
sistem penanggulangan bencana secara tidak langsung. Secara garis besar dapat
dibagi kedalam tiga wilayah yaitu kebersihan, keamanan dan kesehatan.
Kontribusi yang diberikan dapat memberikan manfaat baik untuk diri sendiri,
orang lain, lingkungan atau kepada sistem penanggulanag bencana itu sendiri.
Bila hai ini dapat berjalan, tentunya lingkungan tempat pengungsian akan bersih dan mengurangi resiko penularan penyakit menular. Kesehatan akan terjaga sehingga kondisi para korban bencana sendiri tidak malah memburuk. Dan Keamana akan terkendali sehingga korban akan merasa nyaman berada di tempat penampungan.
3.3 Identifikasi Korban bencana
Tidak semua korban bencana dapat
diberdayakan untuk dapat memberikan bantuan yang diperlukan. Terdapat kondisi
dan kriteria tertentu sehingga dimungkinkan bantuan yang diberikan akan
bermanfaat dan tidak malah menimbulkan masalah baru. Berikut Rujukan Kriteria
Korban bencana yang dapat memberikan harus memenuuhi syarat Utama atau melalui
pertimbangan di syarat berikutnya.
Syarat
Utama/Mutlak Korban yang dapat memberikan bantuan.
- Kondisi fisik yang tidak terdapat cacat dan masih
dapat beraktivitas dengan normal seperti sebelum bencana.
- Kondisi mental yang sehat dimana pasien dapat
berfikir secara normal, rasional seperti biasa. Tidak mengalami gangguan/stress/kebingungan
akibat kejadian bencana
- Telah dewasa dengan artian dapat berfikir secara
logis dan mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Syarat
Pertimbangan :
-
Diutamakan
kepala keluarga masing-masing.
- Tidak memiliki penyakit penyerta yang dapat
mengganggu seperti asthma.
- Tidak dalam kondisi hamil terutama kehamilan tua
- Bukan lanisa atau anak-anak
- Bukan penyandang cacat atau tuna indera
3.4
Kendala yang mungkin dihadapi :
Kendala Utama
yang dapat dihadapi dalam penerapan metode ini adalah status mental/psikologis
para korban bencana. Bila bencana dalam skala kecil, psikologis korban akan
lebih terjaga daripada bencana dengan skala besar seperti Tsunami Aceh 2004
lalu.
Kondisi
Psikologis yang akan sangat mengganggu adalah adanya perasaan kebingungan dan
atau syok dan atau cemas yang berlebihan karena kejadian bencana. Kondisi
mental korban yang tidak stabil akan menyebabkab korban tidak dapat berpikir
secara rasional dan sehat. Pikiran mereka dipenuhi oleh perasaan perasaan yang
dirasakan sehingga korban tidak waspada lagi terhadap keadaan sekelilingnya.
Hal ini mengakibatkan korban tidak akan merespon terhadap perintah/anjuran dari
petugas.
Korban yang memiliki
keluarga yang meninggal juga tidak dapat diberdayakan. Korban akan mengalami
perasaan sedih dan berduka yang mendalam akibat kehilangan keluarga yang
dicintai. Seperti kondisi sebelumnya, kondisi ini juga mengakibatkan hilangnya
kemampuan berfikir korban secara rasional dan akhirnya tidak menanggapi anjuran
petugas.
3.4 Penerapan Gagasan Sistem
Gagasan
ini bukan bertujuan menghasilkan sebuah program yang akan dijalankan oleh
korban bencana, tapi adalah sebuah sistem yang terintegrasi dengan sistem yang
ada berdasar atas kesadaran diri
dari masing masing korban/keluarga korban bencana. Gagasan ini dapat dianalogikan
seperti gagasan Mencuci tangan sebelum makan, atau Makan Makanan Sehat Bergizi
dan lainnya. Oleh karena itupun penerapannya bukan dengan penunjukkan ketua
atau panitia atau agen dan lain sebagainya. Tapi lebih berfokus pada
sosialisasi dan pemberian pemahaman kepada Korban akan apa yang dapat mereka
kerjakan untuk diri mereka sendiri yang mana dapat membantu sistem
penanggulangan bencana itu sendiri.
- Tahap Pra bencana
Sosialisasi
adalah kunci utama dalam fase ini. BNPN, Pemerintah dan pihak terkait lainnya
dapat memberikan sosialisasi atau penyuluhan akan pentingnya menjaga
Kebersihan, Kesehatan dan Keamanan diri sendiri seperti yang dibahas diatas dan
dapat menggunakan alur/metode yang telah dibuat. Sosialisasi ke daerah rawan
bencana tentunya menjadi prioritas utama. Begitu pula tempat-tempat atau waktu
tertentu yang sering terjadi bencana seperti banjir tahunan di Jakarta dan
wilayah lainnya.
Pemahaman
akan pentingnya poin-poin diatas menjadi pondasi dasar agar gagasan ini dapat
memberikan manfaat dengan optimal.
- Tahap saat Bencana
Pada
saat bencana, maka akan diperlukan petugas untuk kembali mengingatkan
pentingnya Kebersihan, Kesehatan dan Keamanan diri sendiri pada lingkungan
Pengungsian. Petugas juga dapat langsung memilih korban yang sesuai dengan
kriteria untuk dapat diberdayakan.
Selanjutnya
petugas dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dan jelas akan
pentingnya/manfaat yang bisa diperoleh dari sistem ini. Setelah mendapat
pemahaman, maka para korban yang telah terpilih ini dapat menjalankan fungsinya
sesuai dengan sistem yang telah dirancang diatas.
Bab
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diperlukan
sebuah perbaikan untuk mengatasi kurang optimalnya faktor kebersihan, kesehatan
dan keamanan lingkungan di tempat pengungsian. Peningkatan ini penting
dilakukan agar tidak menimbulkan masalah seperti adanya diare atau masalah lain
yang tidak diharapkan.
Sistem
yang telah dibuat diatas dapat dijadikan rujukan untuk diterapkan dalam sistem
penanggulangan bencana di Indonesia. Dimulai dari sosialisasi pra-bencana
hingga pelaksanaan saat bencana. Sistem ini akan memberi manfaat untuk para
korban sendiri dan pada akhirnya akan membantu penanggulangan bencana.
Bantuan
yang dapat diberikan para korban dapat kepada diri/keluarga sendiri, orang lain
dan lingkungan. Sedangkan aspek yang dapat dimasuki adalah aspek kebersihan,
kesehatan dan keamanan lingkungan.
4.2 Saran
Diperlukan
pengembangan lebih dalam lagi sebelum dilakukan penerapan. Masukan dari
berbagai pihak dan disiplin ilmu diperlukan agar sistem yang digagas ini
menjadi lebih amtang dan lebih tepat dalam pelaksanaanya.
Akhir
kata, penulis berharap bahwa gagasan ini dapat terimplementasi demi penyempurnaan
sistem penanggulangan bencana yang ada pada umumnya dan demi kebaikan para korban
sendiri pada khususnya.
Daftar
Pustaka
Aditama dalam Gloria Samantha, 2013. Sanitasi pengungsi banjir masih terbatas.
http://www.nationalgeographic.co.id, diakses tanggal 4 September 2013.
Alisjahbana, Armida S. 2010. Bappenas: Penanggulangan
Bencana Hadapi Dua Kendala Utama. http://id.berita.yahoo.com/bappenas-penanggulangan-bencana-hadapi-dua-kendala-utama.html.
diakses tanggal 9 okober 2013.
Heroni dalam Lampost.co, 2013. Pengungsi banjir jakarta merana. http://lampost.co/berita/pengungsi-banjir-jakarta-merana-,
diakses tanggal 4 September 2013.
Laksono, Agung, 2013. Menko Kesra mengaku prihatin atas kondisi
pengungsi. http://www.menkokesra.go.id/content/menko-kesra-mengaku-prihatin-kondisi-pengungsi. diakses tanggal 4 September 2013.
Lutfi, Hafi dalam Antara, 2013. Kerugian akibat bencana di Kab.Malang Rp. 12
Milyar. http://id.berita.yahoo.com/kerugian-akibat-bencana-kabupaten-malang-rp12-miliar-001408040.html.
diakses tanggal 4 September 2013.
PAN
AHO,2000. Natural Disasters −
Protecting the Public's Health. Washington DC : PAHO, 119 p, 575.
Syam,
Fahrial Ari, 2013. Sanitasi
pengungsi banjir masih terbatas. http://www.nationalgeographic.co.id,
diakses tanggal 4 September 2013.
UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
0 komentar:
Post a Comment