Sunday, October 20, 2013

Pemberdayaan Korban bencana di tempat pengungsian


PEMBERDAYAAN KORBAN BENCANA DALAM MENJAGA
KEBERSIHAN, KESEHATAN DAN KEAMANAN DIRI SENDIRI, KELUARGA DAN LINGKUNGAN DI TEMPAT PENGUNGSIAN 

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Keadaan lingkungan tempat pengungsian saat terjadi bencana seringkali masih kotor dan tidak sesuai harapan. Seperti yang diutarakan oleh dr. Ari Fahrial Syam, salah seorang dokter dari Universitas Indonesia yang turut membantu korban bencana banjir Jakarta yang mengomentari pada aspek kebersihannya dan kesehatannya. Beliau menyatakan tempat-tempat pengungsian menjadi dingin dan lembab akibat hujan, penuh sesak, dan bising. "Kemudian mereka tidur berjejal dengan alas seadanya, serta fasilitas mandi cuci kakus tak memadai," (Syam, 2013). Hal serupa juga diutarakan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat HR. Agung Laksono saat menyambangi posko pengungsian banjir di Rumah Sakit Hermina, Jatinegara, Jakarta Timur. Beliau menyatakan prihatin atas kondisi yang tidak sesuai standart itu dan berjanji  memberikan bantuan secepatnya (Laksono, 2013). Secara umum, kondisi kebersihan, kesehatan dan keamanan lingkungan penampungan saat terjadi bencana seringkali masih kurang optimal.
Saat terjadi bencana, maka pengungsian menjadi tempat tinggal utama para korban. Puluhan, ratusan atau bahkan ribuan manusia berkumpul menjadi satu di sebuah tempat. Berbagai macam kegiatan ‘bercampur’ menjadi satu di tempat pengungsian. Mulai dari kegiatan koordinasi penanggulangan bencana, kegiatan masak-memasak, kegiatan pengobatan, mobilisasi dan berbagai kegiatan lain. Hal ini seringkali menyebabkan ‘kacaunya’ lingkungan pengungsian tempat para korban bencana. Bukan hanya masalah kebersihan saja, masalah kesehatan dan keamanan lingkungan di tempat pengungsian bencana dapat timbul akibat kondisi yang kurang tertata ini.
Sebagai akibatnya seperti yang dapat kita perkirakan, kondisi kesehatan para pengungsi sebagai salah satu aspek yang terpengaruh  mengalami gangguan. Masalah kesehatan seperti gatal-gatal, pilek dan batuk atau juga diare sering terjadi di tempat pengungsian (Heroni, 2013).  Bayi dan balita yang masih lemah menjadi korban tersering akibat kurangnya kebersihan lingkungan di tempat pengungsian.  Kondisi yang perlu diwaspadai adalah datangnya bakteri leptospira. Bakteri ini terutama di sebarkan oleh tikus melalui kotoran atau urine. Terlebih lagi dengan kondisi lingkungan pengungsian yang kurang bersih, bakteri ini akan lebih mudah menyerang karena tikus akan berkeliaran sewaktu terjadi banjir sehingga kotoran dan urine-nya akan tercampur dengan air banjir  (Aditama, 2013). Hal di atas terjadi karena kurangnya kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat bencana.


Sementara itu di tempat pengungsian, ketersediaan tenaga kadangkala menjadi permasalahan sendiri terutama pada bencana dengan skala yang besar. Kurangnya tenaga manusia untuk melaksanakan berbagai macam kegiatan yang ada di tempat pengungsian mengakibatkan kelambanan dalam operasi tanggap bencana. Penyediaan layanan kesehatan dan kebutuhan dasar seperti makanan membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Belum lagi tenaga untuk mencari atau memobilisasi korban bencana sebagai salah satu prioritas akan semakin menurunkan ketersediaan tenaga di tempat pengungsian. Belum memadainya kinerja penanggulangan bencana yang disebabkan adanya keterbatasan kapasitas dalam pelaksanaan tanggap darurat ini menjadi salah satu kendala utama dalam penanggulangan bencana (Alisjahbana, 2010).  Akibatnya, kondisi kebersihan, keamanan dan kesehatan lingkungan tempat pengungsian seringkali terabaikan dan tidak terjaga.
Disinilah sebenarnya peran korban/keluarga korban bencana dapat dioptimalkan untuk dapat memberikan bantuan. Korban bencana di tempat pengungsian yang tidak mengalami kendala fisik yang berarti dapat turut serta membantu petugas penanggulangan bencana. Tidak turut serta dalam kegiatan inti, tapi dapat turut serta menjaga keamanan, kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar, khususnya lingkungan mereka sendiri. Selama ini, para korban bencana seringkali hanya menjadi ‘korban’ yang dianggap tidak berdaya dan selalu membutuhkan bantuan di segala bidang. Padahal di tengah keterbatasan tenaga yang ada saat bencana, bantuan dari korban bencana-pun sebenarnya dapat memberikan daya guna dan manfaat yang baik.

1.2 Masalah
Masalah yang diambil dalam karya tulis ini adalah bagaimana cara mendayagunakan korban bencana yang masih dapat beraktifitas dan tidak mengalami kendala fisik untuk membantu dalam tanggap darurat bencana kepada diri dan keluarga sendiri.

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
            Mengidentifikasi metode/cara yang tepat untuk mendayagunakan korban bencana yang masih dapat beraktifitas dan tidak mengalami kendala fisik untuk dapat membantu dalam tanggap darurat bencana kepada diri dan keluarga sendiri.
1.3.2 Tujuan Khusus
-  Mengidentifikasi Korban bencana yang mana masih dapat secara aktif memberikan bantuan/beraktifitas dan tidak mengalami kendala fisik.
-  Mengidentifikasi Alur dan Area yang tepat bagi korban bencana yang masih dapat secara aktif untuk dapat memberikan bantuan.
-  Mengidentifikasi bantuan yang daapt diberikan para korban bencana yang masih dapat secara aktif untuk dapat memberikan bantuan.
- Mengidentifikasi Manfaat yang dapat diperoleh dari pendayagunaan Korban bencana yang masih dapat secara aktif memberikan bantuan.

1.4 Manfaat penulisan
1. 4.1 Untuk masyarakat
Memberikan pemahaman dan pengetahuan akan apa yang mereka bisa lakukan saat terjadi bencana yang mana akan membantu diri mereka sendiri.
1.4.2 Untuk BNPB

Memberikan contoh model untuk mengembangkan pendayagunaan korban bencana untuk turut serta memberikan bantuan dalam penanggulangan bencana itu sendiri.



Bab III
Pembahasan

3.1 Gagasan Perubahan Sistem Managemen Bencana :




Korban bencana sebaiknya tidak hanya diperlakukan sebagai obyek dari sistem penanggulangan bencana, tapi juga sebagai subjek atau pelaku yang turut berperan dalam managemen bencana. Peran yang dimaksud disini tentunya bukan peran inti yang turut melakukan pencarian dan penyelamatan korban bencana. Pemberdayaan dari Korban bencana sebenarnya dapat memberikan kontribusi yang nyata yang mana akan sangat membantu petugas karena seringkali ada keterbatasan tenaga dalam penanggulangan bencana.
            Kontribusi korban bencana dalam penanggulan bencana ini merupakan kontribusi yang bersifat lokal saja yaitu terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar korban saja seperti tempat pengungsian. Korban yang masih aktif dapat memberikan manfaat baik untuk dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan. Secara garis besar bantuan yang dapat diberikan bisa dibagi ke dalam tiga area, yaitu area kebersihan, kesehatan dan keamanan lingkungan.


3.2 Peran Korban bencana dalam Kebersihan, Kesehatan dan Keamanan diri sendiri dan Lingkungan



  1. Sebagai Agen untuk diri Sendiri
Korban dapat membantu dirinya dan keluarganya sendiri saat bencana. Hal yang dapat dilakukan yaitu dalam menjaga kebersihan, keamanan dan kesehatan dirinya sendiri dan keluarga yaitu :
-           Kebersihan
Korban dapat membersihkan tubuhnya sendiri atau keluarga dari kotoran-kotoran yang menempel saat terjadi bencana. Misalnya lumpur saat terjadi banjir,abu saat terjadi gunung meletus dan lainnya. Walaupun terlihat sepele, kebersihan sangat berpengaruh kepada kesehatan individu korban bencana sendiri. Keadaan tubuh yang tidak bersih seperti adanya lumpur yang merupakan temapt bakteri dapat dengan mudah masuk kedalam tubuh terlebih lagi bila ada luka di kulit.
-           Kesehatan
Kesehatan yang dimaksud disini lebih berfokus pada keadaan tubuh sendiri. Korban bencana selain memiliki masalah kesehatan akibat bencana, kadang juga memiliki masalah kesehatan sendiri sebelum terjadi bencana seperti misalnya menderita penyakit seperti diabetes mellitus atau hipertensi. Menjaga kesehatan sendiri dapat dilakukan dengan tetap mengkonsumsi obat-obatan yang diperlukan atau tidak memaparkan tubuh sehingga mudah sakit misalnya mengenakan selimut saat malam yang dingin. Jangan sampai karena ada bencana, kesehatan tubuh sendiri menjadi terabaikan karena kebingungan dan lain sebagainya yang justru malah akanj menjadi bumerang bagi diri sendiri.
-                   Keamanan
Menjaga keamanan diri sendiri dapat diartikan sebagai upaya individu untuk menjaga harta bendanya, diri sendiri atau keluarganya. Tidak dapat dipungkiri saat terjadi bencana seperti kebakaran atau kebanjiran, harta benda juga turut dibawa ke tempat pengungsian. Sementara petugas sendiri tentunya sibuk dengan hal lain. Dengan banyaknya orang dan kepentingan dilingkungan bencana, keamnan menjadi faktor yang riskan untuk terjadi sesuatu. Baik terhadap harta benda atau diri sendiri dan keluarga.

  1. Sebagai Agen untuk orang lain
-          Kebersihan
Dalam poin ini, selain menjaga kebersihan diri dan keluarga sendiri, korban dapat membantu orang  lain untuk menjaga kebersihannya. Paling tidak untuk saling mengingatkan agar tidak lupa mencuci bagian tuubuh yang terkena lumpur atau lainnya. Bantuan ke orang lain juga daapat diberikan kepada seseorang yang tidak bisa mandiri menjaga kebersihannya. Misalnya anak kecil yang terpisah dengan orangtuanya atau seorang lansia yang lemah untuk beraktivitas.
-          Kesehatan
Begitu pula dengan poin kesehatan. Korban bencana dapat memberikan bantuan dengan cara melaporkan kepada petugas apabila ditemu ada orang lain di dalam tempat pengungsian yang mengalami gangguan kesehatan seperti misalnya luka di tubuh, atau asma dan lain-lain. Hal ini tentunya akan sangat membantu petugas kesehatan yang bertugas.
-          Keamanan
Seperti kebersihan dan kesehatan, korban bencana dapat saling menjaga keamanan diri dan keluarga melalui saling menjaga di tempat pengungsian. Tidak bisa dipungkiri dengan ramainya tempat pengungsian, akan menimbulkan celah atau kesempatan suatu hal tidak baik terjadi. Menjaga orang lain bisa diartikan membantu mereka yang tidak bsia menolong dirinya sendiri seperti contohnya tadi adalah anak yang terpisah dengan orang tuanya. Membantu keamanannya agar si anak tidak menjadi kesempatan orang lain untuk bertindak yang tidak diharapkan.

  1. Sebagai Agen untuk Lingkungan
Sebagai agen untuk lingkungan berarti menjaga daerah disekitar korban sendiri, yaitu di tempat pengungsian. Sesuai dengan masalah utama yang diangkat bahwa lingkungan tempat korban bencana berada seringkali kotor dan tidak teratur. Bantuan dari para korban bencana sendiri untuk menjaga daerah lingkungannya akan sangat membantu dalam proses penanggulangan bencana ini.
-          Kebersihan
Dalam hal kebersihan, para korban dapat membersihkan daerah lingkungannya dari hal yang menggangu. Seperti misalnya genangan air, lumpur, abu dan lain sebagainya. Bukan agar terlihat bersih, tapi supaya tidak ada ancaman yang datang karena ketidakbersihan di tempat pengungsian seperti misalnya bakteri leptospira yang ditularkan melalui air kencing dan tinja tikus.
-          Kesehatan
Menjaga kesehatan lingkungan erat kaitannya dengan kebersihan. Bagaimana mencegah supaya lingkungan yang ada saat ini tidak menimbulkan resiko untuk menimbulkan ancaman pada kesehatan. Seperti msialnya alas yang tidak tertutup/langsung bersentuhan dengan tanah dapat dicarikan tikar atau alas lainnya untuk menutupi. Tempat/tenda yang tanpa penutup bisa diupayakan agar berpenutup sehingga tidak dingin saat malam. Kotoran yang ada di tempat tidur di pengungsian bisa dibersihkan tanpa menunggu bantuan petugas dan hal-hal lainnya.

-          Kemanan
Menjaga keamanan lingkungan berarti mencegah agar tidak ada tindakan yang tidak diinginkan terjadi. Karena saat terjadi bencana, kondisi yang kacau dan tidak terjaga dengan baik akan menimbulkan kesempatan. Penjagaan bisa diarahkan kepada penjagaan harta benda, atau keluarga sendiri di lingkungan pengungsian. Kewaspadaan tentunya tetap harus diperhatikan saat berada di tempat pengungsian atau saat terjadi bencana

  1. Penanggulangan Bencana
Banyak kegiatan yang mungkin sebenarnya dapat dilakukan korban bencana untuk membantu sistem penanggulangan bencana secara tidak langsung. Secara garis besar dapat dibagi kedalam tiga wilayah yaitu kebersihan, keamanan dan kesehatan. Kontribusi yang diberikan dapat memberikan manfaat baik untuk diri sendiri, orang lain, lingkungan atau kepada sistem penanggulanag bencana itu sendiri.

Bila hai ini dapat berjalan, tentunya lingkungan tempat pengungsian akan bersih dan mengurangi resiko penularan penyakit menular. Kesehatan akan terjaga sehingga kondisi para korban bencana sendiri tidak malah memburuk. Dan Keamana akan terkendali sehingga korban akan merasa nyaman berada di tempat penampungan.



3.3  Identifikasi Korban bencana
            Tidak semua korban bencana dapat diberdayakan untuk dapat memberikan bantuan yang diperlukan. Terdapat kondisi dan kriteria tertentu sehingga dimungkinkan bantuan yang diberikan akan bermanfaat dan tidak malah menimbulkan masalah baru. Berikut Rujukan Kriteria Korban bencana yang dapat memberikan harus memenuuhi syarat Utama atau melalui pertimbangan di syarat berikutnya.
Syarat Utama/Mutlak Korban yang dapat memberikan bantuan.
- Kondisi fisik yang tidak terdapat cacat dan masih dapat beraktivitas dengan normal seperti sebelum bencana.
- Kondisi mental yang sehat dimana pasien dapat berfikir secara normal, rasional seperti biasa. Tidak mengalami gangguan/stress/kebingungan akibat kejadian bencana
- Telah dewasa dengan artian dapat berfikir secara logis dan mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Syarat Pertimbangan :
- Diutamakan kepala keluarga masing-masing.
- Tidak memiliki penyakit penyerta yang dapat mengganggu seperti asthma.
- Tidak dalam kondisi hamil terutama kehamilan tua
- Bukan lanisa atau anak-anak
- Bukan penyandang cacat atau tuna indera

3.4 Kendala yang mungkin dihadapi :
            Kendala Utama yang dapat dihadapi dalam penerapan metode ini adalah status mental/psikologis para korban bencana. Bila bencana dalam skala kecil, psikologis korban akan lebih terjaga daripada bencana dengan skala besar seperti Tsunami Aceh 2004 lalu.
            Kondisi Psikologis yang akan sangat mengganggu adalah adanya perasaan kebingungan dan atau syok dan atau cemas yang berlebihan karena kejadian bencana. Kondisi mental korban yang tidak stabil akan menyebabkab korban tidak dapat berpikir secara rasional dan sehat. Pikiran mereka dipenuhi oleh perasaan perasaan yang dirasakan sehingga korban tidak waspada lagi terhadap keadaan sekelilingnya. Hal ini mengakibatkan korban tidak akan merespon terhadap perintah/anjuran dari petugas.
Korban yang memiliki keluarga yang meninggal juga tidak dapat diberdayakan. Korban akan mengalami perasaan sedih dan berduka yang mendalam akibat kehilangan keluarga yang dicintai. Seperti kondisi sebelumnya, kondisi ini juga mengakibatkan hilangnya kemampuan berfikir korban secara rasional dan akhirnya tidak menanggapi anjuran petugas.

3.4 Penerapan Gagasan Sistem
            Gagasan ini bukan bertujuan menghasilkan sebuah program yang akan dijalankan oleh korban bencana, tapi adalah sebuah sistem yang terintegrasi dengan sistem yang ada berdasar atas kesadaran diri dari masing masing korban/keluarga korban bencana. Gagasan ini dapat dianalogikan seperti gagasan Mencuci tangan sebelum makan, atau Makan Makanan Sehat Bergizi dan lainnya. Oleh karena itupun penerapannya bukan dengan penunjukkan ketua atau panitia atau agen dan lain sebagainya. Tapi lebih berfokus pada sosialisasi dan pemberian pemahaman kepada Korban akan apa yang dapat mereka kerjakan untuk diri mereka sendiri yang mana dapat membantu sistem penanggulangan bencana itu sendiri.
- Tahap Pra bencana
Sosialisasi adalah kunci utama dalam fase ini. BNPN, Pemerintah dan pihak terkait lainnya dapat memberikan sosialisasi atau penyuluhan akan pentingnya menjaga Kebersihan, Kesehatan dan Keamanan diri sendiri seperti yang dibahas diatas dan dapat menggunakan alur/metode yang telah dibuat. Sosialisasi ke daerah rawan bencana tentunya menjadi prioritas utama. Begitu pula tempat-tempat atau waktu tertentu yang sering terjadi bencana seperti banjir tahunan di Jakarta dan wilayah lainnya.
Pemahaman akan pentingnya poin-poin diatas menjadi pondasi dasar agar gagasan ini dapat memberikan manfaat dengan optimal.

- Tahap saat Bencana
Pada saat bencana, maka akan diperlukan petugas untuk kembali mengingatkan pentingnya Kebersihan, Kesehatan dan Keamanan diri sendiri pada lingkungan Pengungsian. Petugas juga dapat langsung memilih korban yang sesuai dengan kriteria untuk dapat diberdayakan.
Selanjutnya petugas dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dan jelas akan pentingnya/manfaat yang bisa diperoleh dari sistem ini. Setelah mendapat pemahaman, maka para korban yang telah terpilih ini dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan sistem yang telah dirancang diatas.



Bab IV

PENUTUP


4.1 Kesimpulan
          Diperlukan sebuah perbaikan untuk mengatasi kurang optimalnya faktor kebersihan, kesehatan dan keamanan lingkungan di tempat pengungsian. Peningkatan ini penting dilakukan agar tidak menimbulkan masalah seperti adanya diare atau masalah lain yang tidak diharapkan.
          Sistem yang telah dibuat diatas dapat dijadikan rujukan untuk diterapkan dalam sistem penanggulangan bencana di Indonesia. Dimulai dari sosialisasi pra-bencana hingga pelaksanaan saat bencana. Sistem ini akan memberi manfaat untuk para korban sendiri dan pada akhirnya akan membantu penanggulangan bencana.
          Bantuan yang dapat diberikan para korban dapat kepada diri/keluarga sendiri, orang lain dan lingkungan. Sedangkan aspek yang dapat dimasuki adalah aspek kebersihan, kesehatan dan keamanan lingkungan.

4.2 Saran
          Diperlukan pengembangan lebih dalam lagi sebelum dilakukan penerapan. Masukan dari berbagai pihak dan disiplin ilmu diperlukan agar sistem yang digagas ini menjadi lebih amtang dan lebih tepat dalam pelaksanaanya.
          Akhir kata, penulis berharap bahwa gagasan ini dapat terimplementasi demi penyempurnaan sistem penanggulangan bencana yang ada pada umumnya dan demi kebaikan para korban sendiri pada khususnya.




Daftar Pustaka


Aditama dalam Gloria Samantha, 2013. Sanitasi pengungsi banjir masih terbatas. http://www.nationalgeographic.co.id, diakses tanggal 4 September 2013.
Alisjahbana, Armida S. 2010. Bappenas: Penanggulangan Bencana Hadapi Dua Kendala Utama. http://id.berita.yahoo.com/bappenas-penanggulangan-bencana-hadapi-dua-kendala-utama.html. diakses tanggal 9 okober 2013.
Heroni dalam Lampost.co, 2013. Pengungsi banjir jakarta merana. http://lampost.co/berita/pengungsi-banjir-jakarta-merana-, diakses tanggal 4 September 2013.
Laksono, Agung, 2013. Menko Kesra mengaku prihatin atas kondisi pengungsi. http://www.menkokesra.go.id/content/menko-kesra-mengaku-prihatin-kondisi-pengungsi.  diakses tanggal 4 September 2013.
Lutfi, Hafi dalam Antara, 2013. Kerugian akibat bencana di Kab.Malang Rp. 12 Milyar. http://id.berita.yahoo.com/kerugian-akibat-bencana-kabupaten-malang-rp12-miliar-001408040.html. diakses tanggal 4 September 2013.
PAN AHO,2000. Natural Disasters − Protecting the Public's Health. Washington DC : PAHO, 119 p, 575.
Syam, Fahrial Ari, 2013. Sanitasi pengungsi banjir masih terbatas. http://www.nationalgeographic.co.id, diakses tanggal 4 September 2013.


UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor  21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes