“Beep beep..bepp
beep..beepp beepp..”
Sebuah alarm berwarna
biru tua membangunkan seorang pria. Seorang pria yang berumur 30 tahunan itu
kemudian dengan perlahan mulai bergerak. Dengan tangan gontai, ia mengambil
alarm tersebut dan terlihat angka 4.30 ditunjukkan oleh jarum jam.
Setelah mengambil udara
sejenak, beranjaklah dia ke dapur dan menyiapkan sarapannya. Sebuah ubi,
camilan dan segelas susu cukup baginya untuk mengganjal perut sejenak karena
dia harus segera bersiap.
Dengan sigap dia ambil
seragam putih-putihnya. Dia kebaskan dan kemudian dikenakannya. Tak lupa jaket yang
cukup tebal dia ambil sebagau selimut ditengah dinginnya pagi. Motor di dalam
ruang tamu dikeluarkannya dan dinyalakannya supaya panas-lah mesinnya. Maklum,
mesin tua itu tidak sesigap dulu lagi.
Jam di tangan menunjukkan
pukul 5.30 pagi. Berangkatlah dia ke tempat tujuan. Sebuah tempat kerja
berjarak 45 Km dari rumahnya. Bersama dinginnya angin di lalui-nya perjalanan
itu, tapi tak semuanya bisa dijangkau dengan sepeda motornya. Di tengah
perjalaanan dia harus turun dan
menumpang sebuah rakit yang adalah paduan dari bambu dan kayu. Sebuah
sungai harus dilaluinya untuk sampai ke tujuan. Perasaan was-was dan tak nyaman
selalu menghampirinya saat rakit berada di tengah sungai. Setelah menyeberangi
sungai, dan kembali mengendari motornya selama 20 menit, barulah dia sampai ke
tempat kerjanya. Sebuah Puskesmas di wilayah pedesaan di Kalimantan.
Di tempat lain di pagi
yang sama, sebuah keluarga juga terbangun, bukan karena suara alarm yang
menyala, tetapi suara balita yang terus menangis kencang. Tak ayal kepanikan
pun melanda.
“Segera, harus segera ke
Puskesmas” ujar sang suami
Dengan cepat sang suami
membuka pintu dan mengeluarkan motornya, sang ibu menyiapkan segala sesuatu
mulai dari keperluan sang balita hingga surat surat kesehatan yang diperlukan.
Perjalanan panjang-pun
mereka tempuh karena dalam satu kecamatan yang luas tersebut, hanya terdapat
satu puskesmas dan satu dokter saja. Jalan yang berbatu dan berselimutkan
lumpur terasa mengganggu karena musim hujan masih melanda.
Perjalanan menjadi bertambah berat bukan hanya karena jarak tempuh yang
lama, tapi juga perasaan yang gelisah mendengar sang anak terus menangis.
Baru setelah hampir satu jam
mengendari sepeda motor, sampailah mereka ke puskesmas yang ditujunya.
-
Impian(ku) Akses Kesehatan yang
merata
Seperti yang kita tahu, Indonesia
adalah negara yang sangat luas. Tidak seperti Singapura yang hanya seluas
sebuah kota, Indonesia terdiri dari beribu pulau terbentang di antara Sabang
hingga Merauke. Indonesia bukan hanya Pulau Jawa tapi seluruh Suku dan
Kecamatan yang dijamin kesetaraan Hak-nya
dalam Undang-Undang.
Tapi bila kita lihat di
daerah-daerah seperti Kalimantan, Sulawesi apalagi di Papua, Pelayanan
Kesehatan menjadi sesuatu yang sulit untuk diraih dan dinikmati. Tidak seperti
di Jawa dimana kita dapat dengan mudah menemukan Dokter atau layanan kesehatan
lain, di sana bahkan memerlukan waktu berjam-jam baru untuk sampai ke sebuah
pelayanan kesehatan. Mungkin tidak masalah apabila sakit yang diderita hanya
batuk atau flu biasa. Tapi bila pasien mengalami Kejang atau masalah
kegawatdaruratan lain, apakah mungkin pasien akan tertolong?
Aku bermimpi Layanan Kesehatan
walaupun di tempat terpencil dapat diakses dengan baik. Paling tidak masyarakat
tidak perlu pergi ke tempat lain dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengakses
Layanan Kesehatan.
Aku bermimpi layanan telekomunikasi
seperti telepon atau sambungan video dapat membantu menyelamatkan nyawa,
mengatasi permasalah kurangnya layanan kesehatan di wilayah terpencil.
Aku bermimpi dokter di
wilayah terpencil dapat mengirimkan hasil foto rontgen kepada dokter spesialis
sehingga dapat memberikan konsultasi yang baik.
Aku bermimpi Akses
kesehatan merata di seluruh Indonesia dapat terwujud dengan menggunakan
Teknologi Telekomunikasi sehingga tidak ada algi kata ‘diskriminasi’ dalam
bidang kesehatan.
-
Impian(ku) Akses Kesehatan yang mudah
dan cepat
Pelayanan Kesehatan di
Indonesia masih jauh dari kata baik. Hal ini dapat dilihat masih lama dan
sulitnya seseorang, telebih lagi mereka yang tidak mampu untuk mengkases layanan
kesehatan. Berbagai surat, syarat dan peraturan seakan menjadi tembok bagi
pasien dan keluarga.
Padahal Akses layanan Kesehatan
yang mudah dan cepat sangat diperlukan terutama dalam keadaan gawat darurat. Sebagai contoh,
pada pasien dengan serangan jantung, hanya dalam hitungan menit bila pasien
tidak segera ditolong maka semakin kecil ‘chance of survival’nya.
Sistem penanganan gawat
darurat di Indonesia seperti yang pernah saya dengar adalah masih dalam tatanan
‘amburadul. Misalnya bila kita menekan nomor gawat darurat 118, sudahkah dia
tersambung secara nasional? Atau kita harus menelpon nomor khusus ambulan di
daerah tersebut?.
Ku bermimpi suatu saat di
pagi hari disaat aku demam, aku dapat membuka aplikasi dalam ‘gadget’ku dan
membuat ‘appointment’ di sebuah Puskesmas atau Rumah Sakit sehingga aku tidak
perlu mengantri terlalu lama dengan datang sesuai waktu antrianku.
Aku bermimpi daftar layanan
kesehatan di sebuah tempat dapat aku lihat dengan mudah melalui layar ponselku
sehingga dapat dengan mudah kudapat pertolongan yang aku cari. Semisal saat aku
membutuhkan pelayanan cabut gigi, maka aku dapat lihat siapa saja dokter yang
menangani yang masuk kerja dan fasilitas apa saja yang disediakan.
Aku bermimpi begitu cepatnya layanan
Kesehatan melalui teknologi telekomunikasi dan informasi sehingga mereka yang
terkena serangan jantung dapat tertangani dalam hitungan menit dan bukan
beralih ke dunia lain.
- Impian(ku) Akses Pelayanan Kesehatan yang ber-Kualitas
Dan tidak dipungkiri
pula, kata berkualitas masih sulit didapatkan dari pelayanan kesehatan di
negeri ini. Seberapa seringkah kita puas dan tersenyum setelah dirawat? Atau malah
kita dongkol dan marah?. Memang banyak kendala dan permasalahan yang mengakibatkan
kurang profesional dan berkualitasnya layanan kesehatan kita.
Padahal tahun 2015 sudah
di depan mata. Ya, MEA atau masyarakat ekonomi asean sudah menjeng. Sebentar lagi
berbagai produk, layanan dan tenaga dari luar negeri akan dapat mengalir dengan
deras ke dalam negerri tak terkecuali tenaga kesehatan.
Oleh karena itu bila
tidak ingin bangsa kita menjadi tamu di negeri sendiri, kita harus berbenah dan
meningkatkan kualitas layanan kita.
Aku bermimpi bisa
mendapat layanan ‘second opinion’ dengan mudah mengenai sakit yang kuderita.
Dimana aku bisa meminta pendapat ke layanan kesehatan lain melalui status sakit
dan hasil pemeriksaan yang kukirim ke mereka walau aku sedang terbaring di
ranjang rumah sakit.
Aku bermimpi para dokter
dapat dengan mudah dan aman berkirim gambar dan informasi melalui gadget mereka
sehingga ‘konsulan’ yang mereka kirim dapat dijawab dengan baik.
Aku bermimpi sistem pembayaran yang
ada di rumah sakit dapat dengan mudah aku bayar melalui transfer baik secara
langsung maupun dari ponsel yang kugenggam dimana memerlukan intergrasi
sistem/aplikasi antara pihak rumah sakit dan bank.
-
Impianku adalah Indonesia Sehat.
Mimpiku adalah setiap
individu di negeri ini dapat mengakses layanan kesehatan.
Mimpiku adalah layanan
kesehatan yang mudah dicapai dan cepat disaat dibutuhkan
Mimpiku adalah pelayanan
yang profesional yang menghasilkan senyum saat aku sembuh.
Mimpiku adalah Indonesia Sehat yang dapat dicapai
melalui perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informasi
Malang, September 2014
Tulisan ini diikutkan Lomba Karya Tulis XL dengan Tema
Munculnya beragam aplikasi dalam teknologi komunikasi yang
mampu memudahkan kehidupan manusia dan sudah ditayangkan
di blog dengan URL : http://senyum-sehatku.blogspot.com/2014/09/impianku-indonesia-sehat-dengan.html
Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi.
0 komentar:
Post a Comment